Friday 22 September 2017

Rukun dan Syarat-syarat Upah

Rukun dan Syarat-syarat Upah
a.       Rukun Upah
Menurut Ulama Hanafiyah, rukun upah adalah ijab dan qobul, dengan menggunakan kalimat Al-Ijarah (upah) atau al-ikra. Adapun menurut Jumhur Ulama, rukun upah ada 4, yaitu:
1)      Aqid (orang yang melakukan akad). Orang yang memberikan upah disebut mu’jir, sedangkan orang yang menerima upah disebut musta’jir.
2)      Sighat akad. Adanya ucapan antara pengusaha dengan pekerja mengenai upah yang akan mereka terima.
3)      Upah. Upah dalam hukum Islam, sebaiknya diberikan setelah mereka selesai bekerja dan upah juga sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak.
4)      Manfaat. Upah yang diterima oleh pekerja dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pekerja dan keluarganya.[1]
b.      Syarat Ujrah (Upah)
Yang menjadi syarat sahnya upah antara lain sebagai berikut:
1)      Adanya keridhaan dari kedua belah pihak yang melakukan akad.
Syarat ini didasarkan pada firman Allah SWT:
   
Artinya :”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka,...” )An-Nisa : 29)
2)      Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak.[2]
3)      Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat ijarah, seperti upah menyewa rumah untuk ditempati dengan menempati rumah tersebut.[3]
Berdasarkan uraian di atas, hendaklah upah yang diberikan harus sesuai dan berharga. Maksud dari sesuai adalah sesuai dengan kesepakan bersama, tidak dikurangi dan ditambahi. Upah harus sesuai dengan pekerjaan yang telah dikerjakan, tidaklah tepat jika pekerjaan yang diberikan banyak dan beraneka ragam jenisnya, sedangkan upah yang diberikan tidak seimbang. Maksud dari berharga yakni upah tersebut dapat diukur dengan uang.


[1]Ibid., h. 125
[2] Ibid, h. 117-118
[3]Rachmat Syafe’I, FiqihMuamalah, h.129

No comments:

Post a Comment