Tuesday 23 June 2015

Ilmu Gharib Al-Qur'an

a.      Ilmu Gharib Al-Qur'an
1)      Pengertian Gharib Al-Qur’an
Lafadz gharaib berasal dari bahasa arab, yakni bentuk jamak dari lafadz gharibah yang berarti asing, tersembunyi, samar atau sulit pengertiannya. Sedangkan menurut istilah Ulama qurra’, gharib artinya sesuatu yang perlu penjelasan khusus dikarenakan samarnya pembahasan atau karena peliknya permasalahan baik dari segi huruf, lafadz, arti maupun pemahaman yang terdapat dalam Al-Qur’an. Jika dihubungkan dengan al qur’an maka yang dimaksud dengan Gharaib al-Qur’an adalah ayat-ayat al qur’an yang sukar pemahamannya sehingga hampir-hampir tidak dapat dimengerti maknanya, seperti lafadz أَبَّا  dalam ayat 31 dari surat ‘Abasa ((وَفَاكِهَةً وَّ أَبَّا .[1]

2)      Macam-macam Bacaan Gharib dalam al-Qur’an
Di dalam al-qur’an banyak dijumpai bacaan gharib, diantara macam-macamnya adalah sebagai berikut:
a)      Saktah
Saktah menurut bahasa artinya diam, tidak bergerak. Sedangkan menurut istilah ilmu qira’ah, saktah yaitu berhenti sejenak sekedar satu alif tanpa bernafas dengan niat melanjutkan bacaan. Di dalam Al-Qur'an ada 4 bacaan saktah, yaitu: (1) Surat al-Kahfi: ayat 1-2, (2) Surat Yasin: ayat 52, (3) Surat al-Qiyamah: ayat 27, dan (4) Surat al-Muthaffifin: ayat 14.[2]

b)      Imalah
Imalah artinya memiringkan bunyi fathah pada kasroh, dan dari huruf alif ke ya’ (Kecenderungan fathah kepada kasrah sehingga seolah-olah dibaca re). Imalah hanya terdapat 1 lafadz dalam Al-Qur'an, yakni surat Huud ayat 41, Juz 12.[3]

c)      Isymam
Isymam yaitu isyarah dlommah di tengah-tengah dengung. Isymam di dalam Al-Qur'an hanya ada 1, yaitu di surat Yusuf ayat 11, Juz 12.[4]

d)     Badal (Mengganti)
Badal menurut bahasa artinya mengganti, mengubah, sedangkan maksud badal disini adalah mengganti huruf hijaiyah satu dengan huruf hijaiyah lainnya.[5] Diantara lafadz-lafadz yang di badal dalam Al-Qur’an menurut Imam Ashim riwayat Hafs yaitu[6] :
1.      Badal ء  dengan ي  (فِي السَّمٰوٰتِ ائْتُوْنِيْ)
Yaitu mengganti hamzah mati dengan ya’, sebagian besar imam qira’ah sepakat mengganti hamzah qatha’ yang tidak menempel dengan lafadz sebelumnya dan jatuh sesudah hamzah washal dengan alif layyinah (ى).
Cara membacanya, yaitu apabila seorang qari’ membaca waqaf pada lafadz ( فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ ۖ) maka huruf ta’ mati dan hamzah mati diganti ya’  (فِى ٱلسَّمٰوٰتْ ۖ اِيْتُونِى ) sedangkan apabila dibaca washal tidak ada perubahan.

2.       Badal ص  dengan س  (وَيَبْصُۜطُ  dan بَصْۜطَةً )
Yaitu mengganti shad dengan siin, sebagian imam qira’ah termasuk Imam Ashim mengganti ص  dengan س  pada lafadz وَيَبْصُۜطُ dalam QS. Al-Baqarah : 245 dan lafadz بَصْۜطَةً  dalam QS. Al-A’raf : 69. Sebab-sebab digantinya huruf shad dengan siin pada kedua lafadz tersebut karena mengembalikan pada asal lafadznya, yaitu بَسَطَ يَبْسُطُ.

e)      Ba’ di idgham ke Mim
Yaitu huruf Ba’ Mati (disukun) ketika bertemu Mim diidghamkan ke huruf Mim tersebut. Dalam ilmu tajwid, bacaan ini termasuk bacaan Idgham Mutaqoribain.

f)       Naql
Naql menurut bahasa berasal dari lafadz نَقَلَ يَنْقِلُ نَقْلًا yang artinya memindah, sedangkan menurut istilah ilmu qira’ah artinya memindahkan harakat ke huruf sebelumnya. Yaitu lam alif (لا)  dibaca kasroh lam-nya , sedangkan kata ismun (اِسْمٌ) hamzah-nya tidak dibaca.
Alasan dibaca naql pada lafadz الْاِسْمُ  adalah karena adanya dua hamzah washal, yakni hamzah al ta’rif dan hamzah ismu yang mengapit lam, sehingga kedua hamzah tersebut tidak terbaca apabila disambung dengan kata sebelumnya. Faidahnya bacaan naql ialah untuk memudahkan dalam mengucapkannya atau membacanya.[7]

h)      Tiga model bacaan
Yaitu, 3 (tiga) macam bacaan yang terjadi karena washal dan waqaf. Ketiga hukum bacaan tersebut adalah[8] :
1)      Bila washal, Ra’-nya dibaca pendek keduanya.
2)      Bila waqaf pada kalimat pertama, Ra’ dibaca panjang 1 alif / 2 harakat.
3)      Bila Waqaf pada kalimat kedua, Ra’ kalimat pertama dibaca qasr (pendek) dan Ra’ kalimat kedua dibaca sukun (mati).

i)        Tashiil
Tashil artinya lunak, yakni hamzah pertama dibaca tahqiq (jelas) dan pendek, sedangkan hamzah kedua dibaca tashiil, yaitu meringankan bacaan antara Hamzah dan Alif.[9]
Alasan lafadz ءَاَعْجَمِىٌّ dibaca tashil, karena apabila ada dua hamzah qatha’ bertemu dan berurutan pada satu lafadz, bagi lisan orang Arab merasa berat melafadzkannya, sehingga lafadz tersebut bisa ditashilkan (diringankan).[10]



[1] Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005) h. 267.
[2] Koordinator Kecamatan Purwosari, Pegangan Guru TPQ Metode Qiraati (Pasuruan: Perc. Plassa 9 Tejowangi, 2005), h. 10.
[3] Ibid, h. 7.
[4] Ibid, h.8
[5] Ibid, h. 4
[6] Ar-Raghib al-Ashfahany, al-Mufrodat, h. 23-25.
[7] Ibid, h. 29-30.
[8] Ibid, h. 14
[9] Ibid, h. 12
[10] Ar-Raghib al-Ashfahany, al-Mufrodat, h. 28.

3 comments: