Monday 8 December 2014

Sejarah Kebudayaan Bani Umayyah

Sejarah Kebudayaan Bani Umayyah

Pada masa dinasti Umayyah berbagai perkembangan ilmu dan kebudayaan sangat berkembang pesat. Perkembangan perkembangan tersebut diantaranya adalah:

     1.      Hasil-hasil kebudayaan dinasti masa Bani Umayyah menurut (Syalabi: 2003):
  • Penyempurnaan tulisan Al-Qur’an
Yang dilakukan oleh Hasan Al-Bashri atas perintah Abdul al-Malik Ibn Marwan.
  • Penulisan Hadits
Dipelopori oleh Umar Ibn Abdul Al-Aziz memerintahkan kepada Abu Bakar Bin Muhammad ibn Amr ibn Haajm. Akan tetapi keberadaan buku haditsnya tidak diketahui keberadaannya.
  • Pada Masa pemerintahan Muawiyah telah menciptakan hal-hal baru yang belum pernah diadakan sebelumnya yaitu membuan “anjung” dalam masjid tempatnya sembahyang dan digunakan untuk melindungi  diri dari musuh. Selain itu mengadakan dinas pos pada tempat-tempat tertentu sepanjang jalan menyediakan kuda yang dilengkapi alat perang. Selain itu muawiyah mendirikan kantor cap (percetakan mata uang)
  • Pada masa Abdul Malik mengganti bahasa pada kantor-kantor pemerintah dengan bahasa arab yang awalnya bahasa yunan. Kemudian membuat mata uang yang teratur
  • Masa Al walid menyediakan pendidikan orang yatim dam orang cacat. Membangun jalan raya menuju hejas dan mendirikan bangunan gedung-gedung dan pabrik dan masjid damaskus, Syia yang masih ada sampai sekarang.
  • Masa Umar, membuat pasal-pasal UU pokok, menyusun da’wah islamiyah (penyebaran islam), membuat aturan-aturan mengenai pertahanan, memperbaiki dinas pos yang dijadikan tempat aspirasi rakyat.

2.      Hasil-kebudayaan masa Bani Umayyah menurut (Rusdi, 2007)
Ilmu pengetahuan mengalami perkembangan pada masa Dinasti Bani Umayyah yang antara lain :
  • Ilmu tentang Alquran
Pada masa Dinasti Umayyah Alquran yang telah dibukukan disalin dan diperbanyak, kemudian disebarkan ke seluruh kota Islam yang termasuk wilayah kekuasaan Bani Umayyah. Bersamaan dengan itu sahabat Nabi Saw dan tabi’in (murid sahabat) menyebar ke berbagai kota Islam yang termasuk wilayah kekuasaan Dinasti Bani Umayyah, untuk menjadi guru agama Islam yang mengajarkan antara lain tentang cara membaca Alquran (ilmu qiraat) dan menafsirkan Al quran (ilmu tafsir).
Pada masa Dinasti Umayyah ilmu Qiraat sudah tersebar ke berbagai wilayah dari benua Afrika, Asia dan Eropa, agar umat Islam di mana pun mereka berada di dalam membaca Al quran memiliki pedoman yang sama. Pada masa tabi’in ini lahir tujuh macam bacaan Alquran yang disebut “Qiraat Sab’ah”, yang kemudian ditetapkan menjadi dasar bacaan Alquran (Usulun Lilqiraah). Adapun orang-orang ahli dalam membaca Alquran (Qurra) yang menjadi pelopor qiraat Sab’ah itu kebanyakan berasal dari kaum Mamaly (orang Islam bukan bangsa Arab). Mereka adalah :
  • Abdullah bin Kasir, keturunan Persia yang wafat di Mekah tahun 120 H
  • Ashim bin Abun Najud (Islam Mawaly), wafat di Kufah tahun 127 H
  • Abdullah bin Amir Al-Yahsubi, wafat di Damaskus tahun 118 H
  • Ali bin Hamzah Abul Hasan Al-Kisai, yang memimpin para Qurra di Kufah, wafat tahun 189 HHamzah bin Habib az-Zayat, wafat di Halwan (Irak) pada tahun 156 H
  • Abu Amir bin Al-‘Ala wafat tahun 155 H di Kufah
  • Nafi bin Abi Nu’aim wafat tahun 169 H di Madinah
  • Ilmu tentang Al-hadis
Ulama yang ahli dalam ilmu hadis (muhaddisin) yang termasyhur pada masa Dinasti Bani Umayyah antara lain :
  • Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaiddilah bin Abdullah bin Syihab Az-Zuhri, wafat tahun 123 H
  • Ibnu Abi Malikah (Abdullah bin Abi Malikah At Tayammy Al Maky), seorang murid sahabat Ibnu Abbas dan wafat tahun 119 H
  • Al-Auzai Abdurrahman bin Amir (ahli hadis dari Syam), wafat tahun 159 HHasan Basri, ahli hadis di Basrah wafat tahun 110 H
  • As Sa’by (Abu Amr bin Syurahbil), wafat tahun 104 H di Kufah
Pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, para muhaddisin baru mengadakan pembukuan terhadap Hadis. Ahli hadis yang pertama membukukan hadis ialah : Ibnu Syihab Az Zuhri yang wafat tahun 124 H. Lalu disusul oleh ahli-ahli lainnya yaitu : Said bin Abi Arubah dan Rabi bin Shabih (Basrah), Al Walid bin Muslim (Syam), Jarir bin Abdurrahman, Abu Abdillah bin Mubarak (Khurasan), Hasyim bin Basyir (Iraq) dan Abu Bakar bin Abi Syibah (Kufah)
  • Ilmu tentang Bahasa Arab
Pada masa Daulah Bani Umayyah Bahasa Arab mengalami perkembangan ke arah yang lebih maju. Hal ini disebabkan karena banyaknya orang-orang Islam yang bukan bangsa arab, yang tentu saja merasa perlu untuk mempelajari Bahasa Arab agar mereka dapat memahami Al quran dan Al hadis, dapat berkomunikasi dengan Bahasa Arab dan dapat memahami administrasi negara yang juga menggunakan Bahasa Arab. Adapun ulama yang ahli dalam Bahasa Arab yang kemudian menyusun dan membukukan ilmu tentang tata Bahasa Arab (ilmu nahwu) untuk yang pertama kalinya bernama Abu Aswad Ad-Dualy (wafat tahun 69 H). Beliau berguru kepada sahabat Ali bin Abi Talib, yang terkenal dalam sejarah sebagai “Bapaknya ilmu nahwu”. Pada masa Dinasti Bani Umayyah itu, berkembang pula ilmu sastra Arab, sehingga bermunculan ahli-ahli di bidang syair seperti : Nukman bin Basyir Al-Ansari (wafat tahun 65 H), Abu Aswad Ad-Dualy (wafat tahun 69 H) dan Umar bin Abi Rabi’ah (wafat tahun 93 H).
§   Ilmu tentang Tarikh (sejarah)
Pada masa Dinasti Bani Umayyah telah lahir dan berkembang ilmu tentang sejarah (tarikh). Hal ini disebabkan karena para khalifah Bani Umayyah menyukai cerita-cerita tentang sejarah bangsa Arab dan bangsa bukan Arab, para pemimpinnya, para pahlawannya, para rajanya dan cara mereka di dalam memimpin negara. Oleh karena itu ada dua bidang sejarah yang mereka kaji dan pelajari yaitu sejarah islam dan sejarah umum. Sejarah Islam membahas apa-apa yang telah dialami umat Islam dan riwayat hidup para pemimpin dan pahlawannya, untuk dijadikan pelajaran. Sedangkan sejarah umum mempelajari sejarah bangsa-bangsa di dunia, termasuk kerajaan-kerajaannya dan para rajanya serta orang-orang besar di dunia, seperti: Iskandar Abar, Yulius Caesar, Hanibal, dan lain-lain. Ilmu tentang sejarah, sebenarnya mulai dibukukan pada masa Dinasti Bani Umayyah tetapi baru tahap merintis. Ilmu sejarah baru berkembang pembukuannya pada masa Dinasti Bani Abasiyah.
  • Ilmu Jugrafia (ilmu bumi)
Sebenarnya ilmu jugrafia bukan ilmu yang berasal dari bangsa Arab, tetapi umat Islam merasa terpanggil untuk mempelajari dan menguasainya. Hal ini disebabkan manfaat-manfaatnya yang sangat besar, yaitu :
§   Untuk menunaikan ibadah haji ke kota suci Mekah bagi umat Islam yang bertempat tinggal jauh dari kota Mekah seperti India, Afganistan, dan Andalusia
  • Untuk kepentingan menuntut ilmu yang bermanfaat, yang terdapat di berbagai penjuru dunia
  • Untuk keperluan menyebarkan ajaran Islam ke seluruh umat manusia yang bertempat tinggal di berbagai benua, kepulauan dan negara. Islam mengajarkan bahwa berdakwah atau menyiarkan agama Islam itu wajib hukumnya
Namun, perlu diketahui bahwa ilmu jugrafia pada masa Dinasti Bani Umayyah ini baru dalam taraf perintisan.
  • Ilmu Kimia, Kedokteran dan Ilmu Perbintangan
Pada masa Daulah Bani Umayyah telah dirintis usaha menyalin, menterjemahkan, dan menyempurnakan ilmu kimia, ilmu kedokteran dan ilmu perbintangan ke dalam bahasa Arab. Orang pertama yang merintis usaha ini ialah Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah (wafat 68 H). Beliau mendatangkan sejumlah orang Romawi yang bermukim di Mesir, diantaranya seorang pendeta yang bernama Maryanus, untuk mengajarkan ilmu kimia. Setelah dipelajari, lalu disalin dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab oleh seorang yang bernama Isthafan.
Selain itu, Khalid menyenangi ilmu perbintangan dan beliau telah mengeluarkan banyak dana untuk mempelajari ilmu tersebut dan membeli alat-alatnya yang diperlukan utuk penelitian.
Kaum muslimin di Syam telah mempelajari ilmu kedokteran karangan Qis Ahron yang telah diterjemahkan dari Bahasa Suryani ke dalam bahasa Arab oleh Masarjuwaihi. Kemudian pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, buku kedokteran ini lebih dikembangkan lagi ke masyarakat.
Khalifah Abdul Malik bin Marwan telah menterjemahkan buku tentang tata usaha pemerintahan dari bahasa Persia di Irak dan bahasa Yunani di Mesir dan Syam ke dalam bahasa Arab. Selain itu, khalifah Abdul Malik bin Marwan merupakan orang yang gemar pada ilmu  perbintangan, sehingga setiap pergi ke medan perang, beliau banyak mengajak orang yang ahli dalam ilmu perbintangan. Pada tahun 752 M dikenal ahli kimia Ibnu Hizam. Dan ilmuwan Islam yang menemukan cat anti api adalah Jabir ibnu Hayyat yang kemudian dijuluki Bapak Ilmu Kimia.
  • Kesenian
Kesenian merupakan perwujudan dari hasil ciptaan, pikiran dan perasaan manusia yang bermutu dan mengandung unsur keindahan. Termasuk ke dalam kesenian yang berkembang pada masa Dinasti Umayyah ialah kasidah, qiraat dan seni ukir. Kasidah merupakan salah satu dari seni sastra Arab yang berbentuk puisi atau sajak dan bisa juga lirik yang dinyayikan disertai dengan iringan alat-alat musik terutama rebana. Kemudian setelah Islam lahir yaitu pada masa Khulafaur Rasyidin dan Bani Umayyah seni kasidah lebih dikembangkan lagi. Kasidah tidak hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi juga digunakan sebagai media dakwah. Bait-bait sajak yang dinyayikan dalam kasidah berupa pujian kepada Allah Swt dan rasul-Nya, seruan bertakwa kepada-Nya, kabar gembira bagi yang bertakwa dan berita duka bagi yang durhaka.
Kesenian lainnya adalah qiraat. Kata qiraat dalam Bahasa Arab merupakan bentuk jamak dari kata “qira’ah” yang berarti bacaan. Menurut istilah, qiraat adalah cara-cara mengucapkan kalimat-kalimat atau ayat-ayat Alquran dengan benar, baik dan indah.
Selain kasidah dan qiraat, seni ukir atau seni pahat mengalami perkembangan yang lebih maju. Motif ukiran (pahat) yang menonjol dan digunakan pada masa Daulah Bani Umayyah ialah khat (tulisan) Arab. Banyak ayat Alquran, hadis Nabi Saw, syair-syair bermutu, dan kata-kata mutiara yang diukir dengan indahnya di dinding mesjid, tembok istana, dan gedung megah. Salah satu peninggalan ukiran indah Bani Umayyah ialah ukiran berpahat pada dinding tembok istana yang dibangun oleh Khalifah Walid bin Abdul Malik dan yang bernama “Qusair Amrah” (Istana Mungil Amrah). Istana ini terletak di daerah pegunungan sebelah timur laut mati dan digunakan sebagai tempat peristirahatan pada musim panas.
  • Arsitektur
Arsitektur (seni bangunan) yang terdapat pada masa dinasti Bani Umayyah adalah seni bangunan sipil, seni bangunan agama, dan seni bangunan militer. Termasuk ke dalam bangunan sipil seperti istana yang megah dan gedung-gedung milik pemerintah atau pribadi yang indah-indah. Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan agama adalah masjid, bangunan militer yaitu benteng-benteng. Gedung-gedung atau bangunan-bangunan tersebut umumnya bergaya campuran antara Romawi, Persia dan Arab yang kemudian diwarnai dengan warna Islam. Gedung-gedung tersebut tersebar di berbagai kota, seperti : Damaskus (ibu kota dinasti Daulah Bani Umayyah), Kairawan (Afrika Utara), Kordoba (Andalusia atau Spanyol). Di Damaskus telah dibangun gedung-gedung megah dan indah, jalan-jalan teratur dan pepohonan yang rimbun, sungai-sungai yang mengalir air jernih dengan ikan yang bermacam-macam dan juga taman-taman rekreasi yang menyenangkan. Selain itu, di sana terdapat sebuah masjid yang besar, megah dan indah yang berukuran panjang 300 M, lebar 200 M, dengan pilar-pilar dan dinding-dindingnya yang diukir dengan ukiran-ukiran yang indah, dan ditaburi aneka batu yang bernilai tinggi. Masjid tersebut dinamakan Masjid Damaskus, yang dibangun dengan memanfaatkan ahli-ahli bangunan dari Romawi dan menghabiskan dana kurang lebih 33.600.000 dolar Amerika.
Kairawan merupakan sebuah kota yang didirikan oleh Aqabah bin Nafi (Gubernur Afrika Utara) yang kemudian ditetapkan bahwa Kairawan ini merupakan ibukota dari wilayah Afrika Utara. Sebagai sebuah kota Islam, maka Kairawan dibangun dengan gaya arsitektur Islam. Hal ini terlihat dalam berbagai gedung, masjid, taman rekreasi, daerah perdagangan, daerah industri, daerah militer dan lain-lain. Karena Kairawan menjadi ibukota negara maka lama kelamaan kota ini menjadi kota internasional, yang dijadikan tempat tinggal dan tempat berusaha oleh berbagai bangsa, seperti bangsa Arab, Barbar, Romawi dan Persia. Selain itu, Kairawan terkenal sebagai kota militer yang kuat dan juga sebagai pusat ilmu pengetahuan.
Di dalam masjid diajarkan berbagai macam ilmu, terutama ilmu-ilmu tentang agama Islam. Misalnya, di pekarangan Ka’bah Masjidil Haram Mekah, Abdullah bin Abas ra (sahabat Nabi Saw), mengajarkan tentang ilmu tafsir. Rabi’ah dan beberapa muridnya seperti Malik dan Hasan mengajar di Masjid Nabawi di Madinah dan Hasan Basri mengajar di masjid kota Basrah.  Kordoba merupakan ibukota dari Andalusia pada masa pemerintahan Bani Umayyah periode Kordoba (756-1031). Semenjak Andalusia diperintah oleh Abdurrahman Ad-Dakhil (Abdurrahaman I), 756-788  kota Kordoba mulai meningkat maju. Kordoba mengalami puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abdurrahman III (912-961) dan Al-Hakam II (961-976). Kejayaan tersebut dapat dilihat dari kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang, seperti bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan serta bidang kebudayaan. Dalam bidang pendidikan di Kordoba terdapat sebuah perguruan tinggi ternama yaitu Universitas Kordoba, 27 sekoah swasta, 70 buah perpustakaan dan sejumlah toko buku. Sebelah timur kota Kordoba 170 orang wanita yang berprofesi sebagai penulis kitab suci Alquran dengan bentuk tulisan yang indah. Di samping itu terdapat 80 buah sekolah tempat mengasuh dan mendidik anak-anak yatim dan anak-anak terlantar dengan biaya sepenuhnya ditanggung pemerintah.
Dalam bidang ilmu pengetahuan pada masa pemerintahan Bani Umayyah periode Kordoba inipun mengalami kemajuan. Berbagai macam ilmu pengetahuan yang dipelajari, disempurnakan dan dikembangkan seperti kedokteran, matematika, filsafat, kesusasteraan dan musik. Demikian juga berbagai naskah keilmuan telah disalin dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dari bahasa Yunani dan latin.
Di bidang kemajuan kebudayaan Islam, dapat dilihat antara lain dari keberadaan kota Kordoba (Cordova) yang megah dan indah, diterangi lampu-lampu hias, jalan-jalan yang teratur rapih, bangunan yang sedap dipandang mata. Kordoba yang dihiasi dengan Istana “Az-Zahra” yang mengagumkan bagi siapa saja yang memandangnya. Di Istana inilah para khalifah menerima dan menjamu tamu-tamu negara.

3.       Hasil perkembangan kebudayaan Islam menurut tristiono
Di masa Bani Umayyah ini, kebudayaan mengalami perkembangan dari pada masa sebelumnya. Di antara kebudayaan Islam yang mengalami perkembangan pada masa ini adalah seni sastra, seni rupa, seni suara, seni bangunan, seni ukir, dan sebaginya.
Pada masa ini telah banyak bangunan hasil rekayasa umat Islam dengan mengambil pola Romawi, Persia dan Arab. Contohnya adalah bangunan masjid Damaskus yang dibangun pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik, dan juga masjid Agung Cordova yang terbuat dari batu pualam.
Seni sastra berkembang dengan pesatnya, hingga mampu menerobos ke dalam jiwa manusia dan berkedudukan tinggi di dalam masyarakat dan negara. Sehingga syair yang muncul senantiasa sering menonjol dari sastranya, disamping isinya yang bermutu tinggi.
Perkembangan seni ukir yang paling menonjol adalah penggunaan khot Arab sebagai motif ukiran atau pahatan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya dinding masjid dan tembok-tembok istana yang diukur dengan khat Arab. Salah satunya yang masih tertinggal adalah ukiran dinding Qushair Amrah (Istana Mungil Amrah), istana musim panas di daerah pegunungan yang terletak lebih kurang 50 mil sebelah Timur Amman.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, perkembangan tidak hanya meliputi ilmu pengetahuan agama saja, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, seperti ilmu kedokteran, filsafat, astronomi, ilmu pasti, ilmu bumi, sejarah, dan lain-lain.
Pada ini juga, politik telah mengaami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah (kepemimpinan), dibentuknya Al-Kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah (Ajudan), Organisasi Keuangan, Organisasi Keahakiman dan Organisasi Tata Usaha Negara.
Kekuatan militer pada masa Bani Umayyah jauh lebh berkembang dari masa sebelumnya, sebab diberlakukan Undang-Undang Wajib Militer (Nizhamut Tajnidil Ijbary). Sedangkan pada masa sebelumnya, yakni masa Khulafaurrasyidin, tentara adalah merupakan pasukan sukarela. Politik ketentaraan Bani Umayyah adalah politik Arab, dimana tentara harus dari orang Arab sendiri atau dari unsure Arab.
Dalam bidang social budaya, kholifah pada masa Bani Umayyah juga telah banyak memberikan kontribusi yang cukup besar. Yakni, dengan dibangunnya rumah sakit (mustasyfayat) di setiap kota yang pertama oleh Kholifah Walid bin Abdul Malik. Saat itu juga dibangun rumah singgah bagi anak-anak yatim piatu yang ditinggal oleh orang tua mereka akibat perang. Bahkan orang tua yang sudah tidak mampu pun dipelihara di rumah-rumah tersebut. Sehingga usaha-usaha tersebut menimbulkan simpati yang cukup tinggi dari kalangan non-Islam, yang pada akhirnya mereka berbondong-bondong memeluk Islam.

     4.      Hasil Kebudayaan Masa Bani Umayyah Menurut (Supriyadi, 2008)
Pada masa pemerintahan Muawiyah telah menciptakan hal-hal baru yang belum pernah ada sebelumnya. Dialah yang menyuruh untuk membuatkan ‘anjang’ dalam masjid untuk melindun gi diri dari musuh. Kemudian mengadakan dinas-pos pada tempat-tempat tertentu disepanjang jalan yang disediakan kuda lengkap dengan persenjataan lengkap. Mendirikan kantor cap (percetakan mata uang).

Pada masa abdul malik, mengganti bahasa yang dipakai sehari-hari dengan bahasa arab yang awalnya menggunakan bahasa yunan. Membuat mata uang dengan cara teratur. Pada masa Al walid, menyediakan pendidikan bagi anak yatim dan orang cacat. Membangun jalan raya menuju hejaz, mendirikan gedung-gedung dan pabrik, masjid Umawi di Damaskus yang terkenal hingga saat ini. Pada masa Umar mampu membuat Fasal-fasal UU pokok, menyusun rencana Da’wah islamiyah, membuat aturan-aturan mengenai pertahanan. Memperbaiki dinas pos yang bisa dijadikan sebagai tempat memberikan aspirasi rakyat.

No comments:

Post a Comment