Tuesday 26 May 2015

Penyakit TBC

A.    TBC Paru
1.      Pengertian TBC Paru
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth). Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain.
Menurut Depkes (2007) Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

2.      Penyebab TBC Paru
Mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab dari TB paru. kuman ini bersifat aerob sehingga sebagian besar kuman menyerang jaringan yang memiliki konsentrasi tinggi seperti paru-paru. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman ini cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup sampai beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman (tertidur lama) selama beberapa tahun.

3.      Tanda Gejala TBC Paru
Gejala utama penderita TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).[1]

4.      Penatalaksanaan TBC Paru
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agens kometrapi (agens antituberkulosis) selama periode 6 sampai 12 bulan. 5 medikasi garis depan digunakan : isoniasid (INH), rifampin (RIF) stretomisin (SM), etambutol (EMB), dan pirasinamid (PZA). Kapreomisin, kanamisin, eteonamid, natrium-para-aminosalisilat, amikasin, dan siklisin merupakan obat-obat baris kedua.
M. Tuberculosis yang resisten terhadap obat-obatan terus menjadi isu yang berkembang di seluruh dunia, meski TB yang resisten terhada obattelah teridentifikasi sejak tahun 1950, insiden dari resisten banyak obat telah menciptakan tantangan baru. Beberapa jenis resisten obat harus dipertimbangkan ketika merencanakan terapi efektif:
Resisten obat primer adalah resisten terhadap satu agensantituberkulosis garis depanpada individu yang sebelumnyabelum mendapatkan pengobatan.
Resisten obat didapat atau skunder adalah resisten terhadap satu atau lebih agens antituberkulosis pada pasien yang sedang menjalani terapi.
Resisten banyak obat adalah resisten terhadap dua agens, sebut saja , INH dan RIF. Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberkulosis paru yang baru didiagnosa adalah regimen pengobatan beragam, termasuk INH, RIF dan PZA selama 4 bulan dengan INH dan RIF dilanjutkan untuk tambahan dua bulan (totalnya 6 bulan). Sekarang ini setiap agens dibuat dalam pil yang terpisah. Pil anti-tuberkulosis baru three in oneyang terdiri atas INH, RIF dan PZA telah dikembangkan, yang akan memberikan dampak besar dalam meningkatkan kepatuhan terhadap regimen pengobatan.
Pada awalnya etambutol dan streptomisin mungkin disertakan dalam terapi awal sampai pemeriksaan resisten obat didapatkan. Regimen pengobatan bagaimanapun tetap dilanjutkan selama 12 bulan. Individu akan dipertimbangkan noninfeksius setelah menjalani 2 sampai 3 minggu terapi obat kontinu.
Isoniasid (INH) mungkin digunakan sebagai tindakan preventif bagi mereka yang diketahui beresiko terhadap penyakit ignifikan, sebagai contoh, anggota keluarga dari pasien yang berpenyakit aktif. Regimen pengobatan profilatik ini mencakup penggunaan dosis harian INH selama 6 sampai 12 bulan. Untuk meminimalkan efek samping, dapat diberikan piridoksin (vitamin B6). Enzim-enzim hepar, nitrogen urea darah (BUN), dan kreatinin dipantau setip bulan. Hasil pemeriksaan kultur sputum dipantau terhadap basil tahan asam (BTA) untuk mengevaluasi efektifitas pengobatan dan kepatuhan pasien terhadap terapi.[2]

5.      Pengobatan TB Paru
Tujuan Pengobatan TB paru yaitu untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis).
Jenis OAT terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan Streptomisin (S). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan, Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat, bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu, sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama, tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.[3]

6.      Diet untuk TBC Paru
a.      Protein berkualitas tinggi untuk memperbaiki jaringan yang rusak
1)      Protein terbaik dan mudah dicerna berasal dari putih telur dan susu. Sekitar 2 telur dan 3 gelas susu yang diperlukan dalam sehari.
2)      Sumber lain dari protein adalah ayam, ikan, daging, keju, kacang-kacangan dan biji-bijian, kacang-kacangan.
3)      Karena nafsu makan rendah dan gangguan lambung kemungkinan persiapan harus rendah rempah-rempah dan tidak digoreng. Oleh karena itu, pada awalnya, puding berdasarkan telur dan susu, selai kacang / chutney, ayam sup, keju / ayam sandwich dan ikan / daging roti adalah pilihan yang baik untuk memasukkan dalam diet.
4)      Sebagai nafsu makan meningkat, semua persiapan sayuran non reguler dapat dimakan. Ayam / ikan / daging juga mengandung jumlah yang baik dari besi yang akan memperbaiki anemia.
b.      Makanan yang kaya vitamin / antioksidan untuk meningkatkan kekebalan
1)      Menekankan pada buah / jus terutama jeruk, mangga, anggur, nanas, buah delima, leci, sitaphal dan sayuran terutama varietas kuning dan hijau.
2)      Vitamin C membantu dalam penyembuhan dan penyerapan zat besi, dan vitamin A dan E bertindak sebagai antioksidan kuat.
c.       Kalori yang cukup untuk mencegah kerusakan jaringan dan membantu penyembuhan
1)      Siapkan sereal dan biji-bijian yang biasanya digunakan, dengan cara apapun yang appetising kepada pasien.
2)      Karena pasien TB dapat makan hanya dalam jumlah kecil, apa pun yang dia / dia makan harus padat kalori.
3)      Kalori dapat ditingkatkan dengan menambahkan ghee sedikit atau mentega untuk bubur dan nasi, suplemen seperti Pastikan, Horlicks atau Proteinex ditambahkan ke dalam susu, atau bahkan satu sendok es krim ditambahkan ke dalam susu, mentega dan susu ditambahkan pada sup, dll.
4)      Jus buah memberikan lebih banyak kalori daripada buah-buahan.
5)      Sebuah multivitamin (baik air dan larut dalam lemak) tablet diminum setiap hari akan memastikan bahwa vitamin apapun yang hilang dari diet yang punya.[4]


[1]http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/27940/Chapter%20II.pdf;jsessionid=5DD168EE7FFC83D902D0A495C1BFCBB2?sequence=4, di unduh tanggal 31 Maret 2015
[2] Imsyahrir, Asuhan Keperawatan Pada Klien Tbc Paru, 17/01/2013, https://imsyahrir.wordpress.com/2013/01/17/asuhan-keperawatan-pada-klien-tb-paru, di unduh tanggal 31 Maret 2015
[3] Ibid, https://imsyahrir.wordpress.com/2013/01/17/asuhan-keperawatan-pada-klien-tb-paru
[4] Acep Suherman, Makanan Untuk Penderita TBC, 14/02/2014, http://tbcparu.obatpenyakit.co.id/makanan-untuk-penderita-tbc, di unduh tanggal 31 Maret 2015

prilaku peserta didik

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Setiap siswa dapat dipastikan memiliki perilaku dan karakteristik yang cenderung berbeda. Dalam pembelajaran, kondisi ini penting untuk diperhatikan karena dengan mengidentifikasi kondisi awal siswa saat akan mengikuti pembelajaran dapat memberikan informasi penting untuk guru dalam pemilihan setrategi pengelolaan, yang berkaitan dengan bagaimana menata pengajaran, khususnya komponen-komponen strategi pengajaran yang efektif dan sesuai dengan karakteristik perseorangan siswa sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
Kegiatan menganalisis perilaku dan karakteristik awal siswa dalam pengembangan pembelajaran merupakan pendekatan yang menerima siswa apa adanya dan unutk menyusun sistem pembelajaran atas dasar keadaan siswa tersebut. Dengan demikian, mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa adalah bertujuan untuk menentukan apa yang harus diajarkan dan yang tidak perlu diajarkan dalam pembelajaran yang akan dilaksanakan. Karena itu, kegiatan ini sama sekali bukan untuk menentukan pra syarat dalam menyeleksi siswa sebelum mengikuti pebelajaran.
Karakteristik siswa merupakan salah satu variabel dari kondisi pengajaran. Variabel ini didefenisikan sebagai aspek-aspek atau kualitas individu siswa. Aspek-aspek berkaitan dapat berupa bakat, minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berpikir dan kemampuan awal (hasil belajar) yang telah dimilikinya.






BAB II
PEMBAHASAN

A.      Perilaku Awal Peswerta Didik
Siapa kelompok sasaran, atau peseta didik kegiatan intruksional itu? Istilah itu di gunakan untuk menanyakan dua hal tentang perilaku peserta didik: pertama, menanyakan peserta didik yang mana atau peserta didik jejeng pendidiksn apa. Kedua, menayakan sejauh mana kopetensi, kemampuan atau pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah di kuasai peserta didik sehingga mereka dapat mengikuti pembelajaran tersebut.[1]
            Pertanyaan di atas sangat penting di jawab oleh pendidikan instruksional sehingga sejak permulaan kegiatan instruksional telah dirancang dan di sesuaikandengan peserta didik yang mengikutinya. Jawaban itu merupakan pula suatu batasan bagi peserta didik yang bermaksud mengikuti pembelajaran tersebut dan bila belum mempunyai perilaku awal tersebut, sebaiknya tidak mengikuti pembelajaran tersebut.
Populasi sasaran di rumuskan secara spesifik seperi contoh di bawah ini: 
1.        Mata kuliah ini di sediakan bagi peserta didik yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a.    Terdaftar pada perguruan tinggi ini pada tahun ajaran atau semester ini.
b.    Telah lulus mata kuliah A.
2.        Pelajaran ini di susun bagi siswa kelas dua SMA yang mempunya minat dalam kelompok bidang study A.
3.      Kursus ini di sediakan bagi karyawan pemerinth atau perusahaan suaasta yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a.    Mempunyai ijazah minimal sarjana muda dalam bidang X atau setara;
b.    Pernah mengikuti dan lulus dalam kursus ;
c.    Menguasai bahasa inggris minimal secara pasif untuk membaca dan mendengarkan kuliah dalam bahasa inggris.
Penentuan populasi sasaran separti contoh tersebut di atas akan dapat membantu kelancaran penyelenggaraan instruksional.
Penentuan populasi ini biasanya di tetapkan oleh lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan, namun seorang pendisain instruksional masih perlu mencari informasi lebih jauh tentang kemampuan populasi sasaran yang di makdsud dalam menguasai setiap kompetensi dasar yang telah di rmuskan dalam analisis instruksional. [2]
Ada tiga macam sumber yang dapat memberikan informasi kepada pendisain instruksional yaitu:
1.      Peserta didik atau calon peserta didik.
2.      Orang-orang yang mengetahui kemampuan peserta didik atu calon peserta didik dari dekat seperti guru atu atasannya.
3.      Pengelola program pendidikan yang biasa mengajarkan mata pelajaran tersebut.

Ada beberapa teknik pengumpulan data yang dapat di gunakan mengidentifikasi kebutuhan instruksional. Pihak yang memberikan informasi di minta untu mengidentifikasi seberapa jauh tingkat penguasan peserta didik atau calon peserta didik dalam setiap kompetensi dasar melalui sekala penilaan (rating scales). Tekinik yang dapat menghasilkan data yang lebih keras adalah tes penampilan dan obserfasi terhadap pelaksanaan pekerjaan peserta didik serta tse tertulis. Namun, bila tes seperti itu tidak dapat di lakukan karena di rasakan kurang etismisalnya bagi peserta pelatihan yang sudah dewasa, kesulitan teknik pelaksanaan, atau tidak mungkin di lakukan karena sebab yang lain, penggunaan sekala penilaian saja sudah cukup memadai. Sekala penilaian tersebut di isi oleh orang-orang yang tau secara dekat terhadap kemampuan peserta didik dalam dan atau di isi oleh peserta didk sebagai self-report.
Berdasarkan masukan ini dapat di tetapkan titik Berangkat atau permulaan atau pelajaran yang harus di berikan kepada peserta didik. titik berangat itu adalah kompetensi dasar yang berada di atas kompetensi dasar yang telah di kuasai peserta didik atau calon peserta didik. [3]
Informasi yang di peroleh oleh peserta didik, masyarakat, dan pendidik tidak selalu sejalan. Pengetahuan dan keterampilan yang di rasakan telah cukup di kuasai oleh peserta didik ada kalanya di nilai sebaliknya oleh sumber informasi yang lain. Demikian pula, oengatahuan atau keterampilan yang di anggap tidak penting dan tidak relefan oleh peserta didik mungkin di anggap sebaliknya oleh pendidik. Dalam hal seperti itu, pengembang intruksional harus lebih memusatkan perhatian pada infomasi yang diperoleh dari peserta didik, data dari sumber lain tidak dapat diabaikan begitu saja.[4]

B.       Karakteristik Awal Peserta Didik
Selain mengidentifikasi perilaku awal peserta didik, pendisain intruksional perlu pula mengidentifikasi karakteristik peserta didik yang berhubungan dengan keperluan proseses desain intruksional. Karakteristik awal adalah ciri peserta didik sebelum mengikuti pembelajaran. Ciri tersebut diperkirakan dapat memengaruhi tingkat keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran sehingga perlu diperhitungkan dalam proses desain intruksional. Pengetahuan pendisain intruksioanal tentang minat peserta didik pada umumnya, misalnya pada olahraga, dapat dijadikan bahan dalam memberikan contoh pada saat menguraikan isi pembelajaan. Demikian pula, pengetahuan pendisain instruksional tentang kurang mampunya peserta didik dalam membaca bahasa inggris merupakan masukan untuk memilih bahan-bahan pembelajaran yang tidak banyak menggunakan bahasa ingris. Pendisain instruksional mungkin perlu menerjemahkan terlebih dahulu kedalam bahasa indonesia.
Contoh lain, jika peserta didik senang dengan lelucon, pendisain instruksional sebaiknya mempertimbangkan penggunaan lelucon dalam strategi instruksionalnya. Bila peseta didik sebagian besar tidak mempunyai vidio di rumah, pendisain instruksional tidak dapat membuat program vidio dan mewajibkan untuk di pelajari peserta didik di rumah. Informasi di atas perlu di cari oleh pendisain instruksional sehingga ia dapat mengembangkan instruksional yang sesuai dengan karakteristik peserta didik tersebut. Karakteristik peserta didik berikut ini perlu di pertimbangkan dalam proses desain instruksional
1.      Motivasi belajar, eksternal aatau internal, sebagai dasar memilih strategi pemberian informasi kepada peserta ddidk.
2.      Akses terhadap sumber belajar yang relavan dengan materi pembelajaran, sebagai landasan untuk menentukan rujukan bahan pembelajaran yang pierlu di pelajari.
3.      Kebiasaan belajar mandiri dan disiplin dalam menatur waktu belajar, untuk di jadikan bahan pertimbangan saat menugaskan pekerjaan-pekerjaan rumah.
4.      Akses terhadap seluruh komunikasi dan media teknologi informasi, untuk dijadikan pertimbangan dalam penggunaan bimbingan secara online.
5.      Kebiasaan dan kemampuan belajar dan berpikir tentang penerapan materi yang di pelajarinya dalam pekerjaan atau kehidupan sehari-hari, sebagai landasan untuk merancang pemberian contoh-contoh praktis sebagai bagian dari presentasi dan uraian.
6.      Domoisili/tempat tinggal bila di ukur dengan jarak tempuh ke pusat kegiatan belajar, untuk di pertimbangkan dan merancang kegiatan belajar tambahan dalam lingkungan pendidikan.

Dalam pembelajaran tatap muka yang di selenggarakan secara klasikal, karakteristik peserta didik selallu heterogen dan karenanya pengajar perlu mempertimbangkanya dalam proses mendesain pembelajaran keheterogenan tersebut meliputi tingkat penguasaan materi pembelajaran dan karakteristik peserta didik.
Teknik yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi karakteristik awal peserta didik sama dengan teknik yang digunakan dalam mengidentifikasi perilaku awal, yaitu: kuisioner, interviu, observasi, dan tes.
Informasi yang dikumpulkan perlu dibatasi pada karakteristik peserta didik yang berhubungan langsung dengan proses belajarnya sehingga ada manfaat langsung dalam proses desain instruksional.[5]

C.      Latihan
Berikut ini adalah latihan mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik.
1.      Kumpilkanlah data kompetensi dasar peserta didik dari orang-orang dekat dan dapat meniali kemampuan populasi sasaran dengan cara:
a.         Tulisalah kembali daftar kompetensi dasar yang telah berhasil anda buat dalam kegiatan analisis intruksional.
b.         Atas dasar data dan informasi tersebut, buatlah skala penilaian sebagai berikut:

No.
Kompetensi Dasar
Amat Baik
Baik
Cukup
Jelek
Amat Jelek
1
2
3
4
5
6
7








k




      Ket:
Kolom 1              = Nomor Urut
Kolom 2              = Kompetensi dasar yang telah dihasilkan dalam analisis instruksional.
Kolom 3 s.d 7      = Skala Penilaian
c.         Berilah petunjuk cara mengisi skala penilaian tersebut dan perbanyak secukupnya.
d.        Berikan skala penilaian tersebut kepada orang-orang yang dekat dan dapat menilai kemampuan populasi sasaran, seperti atasan langsung dan guru mereka.
e.         Kumpulkan hasil isian tersebut.
2.      Kumpulkan data perilaku awal peserta didik dari sampel peserta didik.
a.         Tulislah kembali perilaku khusus yang telah berhasil anda buat dalam analisis intruksional.
b.         Atas dasar perilaku khusu tersebut, butlah skala penilaian dalam bentuk skala likert.
c.         Berilah pedoman cara mengisi skala penilaian tersebut dan perbanyak secukupnya.
d.        Berikan skala penilaian tersebut kepada sejumlah peserta didik yang dapat mewakili populasi sasaran.
e.         Kumpulkan hasil isian tersebut.
3.      Kumpulkan data perilaku awal peserta didik dengan menggunakan observasi dan tes. Dibandingkan dengan dua cara mengumpulkandat perilaku peserta didik yang telah dikemukakan sebelumnya, observasi dan tes adalah cara yang lebih mantap, karna dapat mengumpulkan data yang lebih keras.
4.      Kumpulkanlah data karakteristik awal peserta didik dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Buatlah daftar pertanyaanatau kuesioner tentang karakteristik lain sebagai berikut:
1)      Tempat kelahiran dan tempat dibesarkan.
2)      Pekerjaan atau bidang pengetahuan yang menjadi keahlianya atau dicita-citakan untuk menjadi keahlianya.
3)      Kesenangan
4)      Bahasa sehari-hari dan bahasa asing yang dikuasai
5)      Alat-alat audio-visual yang dimiliki di rumah atau biasa digunakan sehari-hari.
6)      Dan lain-lain yang dianggap penting pengembangan desain intruksional.
b.      Berikanlah kuesioner tersebut kepada sejumlah sampel yang dapat mewakili populasi sasran
c.       Kumpulkan hasilnya.
5.      Analisislah hasil pengumpulan data butir 1 dan 2 atau butir 3 saja untuk menentukan perilaku awal yang telah dikuasai populasi sasaran.
6.      Buatlah garis batas antara kedua kelompok perilaku tersebut pada hasil analisis instruksional untuk mennjukkan dua hal sebagai berikut:
a.         Perilaku-perilaku yang ada di bawah garis batas adalah perilaku yang telah dikuasai oleh populasi sasaran sampai tingkat cukup dan baik.
b.         Perilaku-perilaku yang ada diatas garis batas adalah perilaku yang belum dikuasai oleh populasi sasaran atau baru dikasai sampai tingkat sedang, kurang, dan buruk.
7.      Susunlah urutan perilaku yang ada diatas garis batas untuk dijadikan pedoman dalam menentukan urutan materi pelajaran.
8.      Tafsirkanlah data tentang karakteristik peserta didik untuk menggambarkan hal sebgai berikut:
a.         Lingkungan budaya;
b.         Pekerjaan atau bidang pengetahuan yang menjadi bidang keahlian;
c.         Kesenangan ;
d.        Bahasa ang dikuasai;
e.         Alat audio-visual yang dimiliki atau yang biasa digunakan sehari-hari;[6]










BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
                Langkah ketiga dalam MPI, yaitu mengidentifikasikan perilaku dan karakteristk awal peserta didik , adalah mengguakan pendekatan menerima peserta didik apa adanya dan menyusun sistem instruksional atas dasar keadaan peserta didik tersebut. Karena itu, langkah ketiga MPI merupakan proses untuk mengetahui kompetensi yang dikuasai peserta didik sebelum mengikuti mata pelajaran, bukan untuk menentukan perilaku prasyarat dalam rangka menyeleksi peserta didik sebelum mengikuti pelajaran. Konsekuensi yang digunakan oleh MPI adalah: titik mulai suatu kegiatan instruksional tergantung pada perilaku awal peserta didik.
             Pengetahuan tentang karakteristik awal peserta didik sangat diperlukan dalam menentukan strategi instruksional, khususnya metode instruksional, media & alat, dan bantuan belajar.

















DAFTAR PUSTAKA
Suparman, Atwi. 2012. Desain Instruksional Modern. Jakarta: Erlangga




[1] Atwi Suparman, Desain Instruksiional Modern, (Jakarta: Erlangga, 2012), hlm. 180
[2] Ibid, hlm. 181
[3] Ibid, hlm. 182
[4] Ibid, hlm. 183
[5] Ibid, hlm. 183-184
[6] Ibid, hlm. 185-187