Monday 8 December 2014

Sejarah Riba

Sejarah Tentang Riba

A.    Sejarah Perkembangan Riba
Mengenakan bayaran lebih dari apa yang diberikan. Riba berarti menetapkan bunga/melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentasetertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah-tambahan). Dalam pengertian lain, secaralinguistik, riba juga berarti menbah dan membesar. Adapun dalam istilah teknis, ribaberarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba ini, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip mu’amalah dalam islarn.
Mengenai hal ini Allah SWT mengingatkan dalam firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan bathil.”(Q.S.An Nisa: 29).
Telah lama cliamalkan sebelwn lahirnya Islam, agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Mengandungi unsur penindasan.
Di Mesir telah diamalkan di zaman pemerintahan Firaun di mana hutang yang tidak dapat dij elaskan, penghutang akan menjadi hamba. Di zaman Arab Jahiliyah, riba diamalkan atas dua sebab:
1.      Mau mengumpul harta dengan sebanyak-banyaknya.
2.      Terikut-ikut clengan orang Yahudi yang mempunyai hubungan rapat dalam perdagangan.
Pendapat ahli falsafah:
a.       Aplaton
Uang tidak clapat memperanakkan uang tanpa usaha pemiliknya. Kenyataan ini disokong oleh ahli falsafah Kristian.
b.      David Hume
Uang bukanlah barang atau alat yang boleh diperdagangkan tetapi ia hanya sebagai alat perantaraan bagi menj alankan perniagaan.
c.       Yahudi dan Kristian
Pada asalnya agama ini tetap mengharamkan riba sebelum ianya dipesongkan.
Dalam Taurat ayat 25 fasal 22 (Sakarul Huruj):

“Apabila kamu memberi hutang kepada anak bangsamu maka jangan engkau menganggap engkau sebagai orang yang memberi hutang. Jangan engkau meminta keuntungan daripada hata engkau."

Dalam Taurat ayat 35 fasal 25 (Sakarul Awbin)

“Apabila saudara engkau berhajatkan atau berkehendakkan sesuatu, hendaklah engkau beri jangan meminta keuntungan dan mengambil apa-apa manfaat daripadanya.”

Dalam Injil ayat 24 dan 25 fasal 6 (lnjil Luqa)

"Hendaklah kamu membuat kebajikan, berilah hutang, jangan mengharap pulangan yang lebih, itu adalah pahala yang banyak."

Para Paderi dan Ketua Gereja sependapat bahawa ia merupakan satu pengharaman yang total terhadap perbuatan riba. Ketua Gereja Kristian bermahzab Yaswi (fahama liberal) tetap tegas dalam masalah riba.

B.     Bermulanya riba
Orang Yahudi yang terkenal dalam sejarah sebagai bangsa yang tidak amanah, penuh dengan penipuan dan penyelewengan. Tidak heran jika mereka membuat tafsiran yang menurut hawa nafsu mereka terhadap kitab Taurat bahawa:
1.      Pengharaman riba itu ialah antara orang-orang Yahudi saja dan tidak haram terhadap umat-umat yang lain.
2.      Manakala orang Kristian pula tidak dapat mempertahankan pengharaman riba selepas kurun pertengahan. Hanya berpuncak dari tindak tanduk raja-raja dan pembesar agama mereka.

Tahun 1662, Raja Lois kc IV telah berhutang secara riba untuk menjelaskan pinjamannya. Tahun 1860, Agama Kristian mula bermuamalat secara riba. Ini adalah ekoran selepas pemberontakan Peranchis pada 12 Oktober 1789. Ketua-ketua agama Kristian mengadakan satu perhimpunan agung dan mengambil keputusan mengharuskan perbuatan riba.
Riba mula dikembangkan ke seluruh dunia. Dengan sumber keuangan yang kukuh dan tipu daya Yahudi, mereka telah dapat memaksa pembesar negara asing untuk menerima sistem riba. Hanya dipelopori oleh Ruthsolet yang mempunyai 5 orang anak, yang giat rnenjalankan kegiatan yang berunsurkan riba ke seluruh dunia. Seorang anaknya diarah ke Jerman, seorang di England, seorang di Perancis, seorang di Itali dan seorang lagi mengelilingi dunia. Mereka membuka bank-bank yang berasaskan riba.
Di dalam A1 Quran, proses pengharaman riba dinyatakan dalam 4 peringkat:
a)      Peringkat pertama - ayat-ayat nasihat.
Intipati ayat: tidak dapat pahala dari Allah.

"Dan (ketahuilah bahawa) sesuatu pemberian atau tambahan yang kamu berikan supaya bertambah kembangnya dalam pusingan harta manusia maka ia tidak sekali-kali akan kembang di sisi Allah (tidak mendalangkan kebaikan). Dan sebaliknya sesuatu pemberian sedekah yang kamu berikan dengan tujuan mengharapkan keridhaan Allah semata-mata, maka mereka yang melakukannya itulah orang-orang yang beroleh pahala berganda-ganda."(Surah Ar Ruum ayat 39)
b)      Peringkat kedua - ayat-ayat peringatan.
Intipati ayat: menceritakan balasan Allah terhadap orang Yahudi yang memakan riba.

"Orang-orang yang memakan (harta) riba, tidaklah sanggup berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan syaitan. Demikian itu kerana mereka berkata sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Allah menghalalkan jualbeli dan megharamkan riba. Maka siapa yang sudah sampai kepadanya pengajaran Tuhannya (melarang tiba) lantas ia berhenti maka  baginya apa (harta riba) yang sudah diambilnya dan urusannya kembali kepada Allah. Dan siapa yang kembali (memakan riba) maka dialah penghuni neraka. Mereka kekal di sana. Allah rnemusnahkan riba dan menghidup suburkan sedekah (infak)."(Surah Al Baqarah ayat 275-276.)

c)      Peringkat ketiga - ayat-ayat pengharaman.
Intipafi ayat: terhadap riba yang melampau tetapi bukan pengharaman total.

"Wahai orang-orang yang beriman. Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda. Takutlah kepada Allah agar kamu menang (dunia dan akhirat)."(Surah A1 Imran ayat 130)

d)     Peringkat keempat - ayat-ayat hukum.
Intipati ayat: pengharaman secara total sama ada sedikit atau banyak.

"Hai orang-orang yang beriman, takutlah Allah dan tinggalkan sisa-sisa riba. jika (memang) kamu orang-orang yang beriman. jika kamu tidak mengerjakannya (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu Dan jika kamu bertaubat, maka untukmu pokok harta (yang kamu pinjamkan). Kamu tidak dianiaya dan tidak pula menganiaya. "[1]

C.    RIBA DALAM KEHIDUPAN EKONOMI DI MASA ROSUL
Islam, agama yang di bawa oleh Muhammad SAW. Di turunkan jazirah arab, tepatnya di Mekkah sampai Madinah dan sekitarnya, di tandai dengan turunya A1-Qur’an.sering kali Al-Qur’an turun dengan membawa gambaran kondisi sosial arab atau kasus tertentu tentang perikehidupan mereka. Karenanya mengenal lebih jauh tentang kondisi Arab di masa sebelum dan ketika turun Al-Qur’au akan membantu orang memahami pesan yang terkandung di dalamnya secara utuh.
Penduduk Arab dapat di kelompokan menjadi tiga, Nasrani,Yahudi , dan penganut Paganisme, kedua agama yang disebut terdahulu merupakan agama“impor” , sedangkan terakhir di sebut agama pribumi. Beberapa abad sebelum islam , agama yahudi dan Nasrani sah tersebar di Arab, bahkan telah sampai di arab bagian selatan.
Yastrib merupakan kota jalur dagang yang menghubungkan Yaman dengan Syiria, kota ini mempunyai banyak oase .hasil bumi kurma diperoleh dari sana karena kesuburan tanahnya , ketika di tangan yahudi , kota yastrib menjadi pusat pertanian yang maju. Dengan demikian yastrib merupakan tempat yang cocok.
Sampai dengan abad pertengahan, bangsa Arab dcngan islamnya semakin di kenal orang karena daerahnya kian laman kian meluas, Menurut Syed Amir ‘Ali, suku pembangunan Arab yang arab kuno. Maka tidak heran kalau dalam perkembangan selanjutnya orang-orang Quraisy di kenal sukses dalam dagang, tokoh yang mula mula tampil dalam hal ini adalah Qusay. Mulanya ia hanya menjadi penguasa di Mekkah , tetapi lambat laun ia menguasai Hijaz. Dulu di Arab tidak ada raja , yang berarti tidak ada kepemirintahan tempat rakyat mencari perlindungan dan kedamaian, Namun demikian , nampaknya mereka sadar bahwa kedamaian adalah kebutuhan setiap masyarakat. Kemajuan di bidang perdagangan yang di capai masyarakat Arab pada waktu itu tampaknya tidak terlepas dari peran dagang orang yahudi, yahudi membangun ekonomi di madinah dari nol, tadinya mereka hidup sebagai tuna wisma dan pengungsi. Tetapi berkat kegigihan mereka, akhirnya mereka dapat rnenguasai pertanian dan mengendalikan keuangan dam pasar.
Al-Qur’an menyebutka, kelak Nabi akan menjumpai orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang mukmin,itulah orang yahudi. Tampaknya, sikap pragmatis mereka semnjak dahulu hingga datang islam tetap menonjol, khususnya dalam kegiatan ekonomi. Mereka punya kecenderungan berperilaku ekonomi menyimpang dari rasa keadilan, seperti memakan riba.
Sebagaimana di sebutkan di dalam Al-Qur’an dalam surah An Nisa ayat 160 yang artinya:

”Maka karena kezaliman orang-orang yahud, kami haramkan aras mereka taubat dan karena mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka sudah di larang.”

Perdagangan yang berlangsung di kalangan orang Arab Jahiliyah tidak dapat di katakan primitif, karena sudab. menggunakan uang, uang yang beredar bernama dinar dan dirham terbuat dari emas dan perak, dalam membicarakan Riba, uang selalu di kaitkan dengan inflasi, sebagai salah satu indikasi untuk memberi peluang pembedaan riba dengan bunga.
Dalam ilmu ekonomi di kenal dengan uang kartal dan uang giral, uang kartal di cetak dan di keluarkan oleh masing-masing negara, terbuat dari logam ataupun kertas , uang giral berupa rekening koran atau cek, kecuali di negara-negara maju seperti eropa dan amerika, orang lebih memilih uang kartal dari pada uang giral.
Menyangkut inflasi , tampaknya di masa Rasul tidak ada. Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah kenaikan harga-harga pada umumnya. Kenaikan harga untuk satu atau dua jenis barang saja serta tidak menyeret harga barang lain tidak dapat di sebut inflasi. Di sebutkan bahwa pada masa Rasul, perdagangan barter masih ada ,menggunakan uang logam . kalau demikian, sifat barter tidak di kenal inflasi. Kalau pun ada penurunan harga atas barang dagangan tertentu ia hanya bersifat musiman. Dari keterengan ini dapat di pahami bahwa di rnasa Rasul tidak ada inflasi.

D.    Riwayat-riwayat Tentang Praktek Riba
Akar kata riba adala huruf  Ra’ ,Ba’, dan huruf ‘illat, menurut bahasa riba berarti Ziyadah (tambah). Pertambahan bisa di sebabkan oleh faktor interen dan factor eksteren. Dari segi agama, sebenarnya bukan hanya islam yang menggunakan praktek riba. Agama yahudi dan nasrani juga menggunakannya, seperti riwayat yang menunjukkan bahwa untuk membangun tempat suci tidak boleh menggunakan harta yang di peroleh dari kegiatan ekonomi yang menyimpang, seperti upah pelacuran, riba, dan penipuan. Ini berarti ada kesadaran etik dan religius bahwa riba termasuk kegiatan kotor, kesadaran yang mana hasil riba tidak baik di pergunakan untuk rnendekatkan diri kepada Tuhan. Kendati mereka sendiri tahu bahwa riba itu cli larang oleh agatna mereka. Agaknya orang yahudi sadar bahwa praktek riba merupakan senjata untuk melumpuhkan ekonomi 1ain,termasuk islam. Demikian riba masih di lakukan banyak orang di masa lalu tidak terkecuali para sahabat nabi pada permulaan Islam hingga datangnya larangan riba yang di sebutkan tegas di dalam al-Qu’ran, kemudian para sahabat Nabi menghindari riba.
Al-Razi menuturkan bahwa pada zaman Jahiliyyah jika debitor berhutang seratus dirham kemudian tidak memiliki uang untuk membayar hutangnya pada saat yang telah di tentukan, kreditor akan menentukan tambahan atas jumlah pinjaman. Bila permintaan ini di terima, maka kreditor baru bersedia memberi tenggang waktu, seringkali terjadi tambahan,bukan hanya seratus dirham,bahkan sampai dua ratus dirham.
Dari riwayat-riwayat tentang praktek riba itu dapat di catat bahwa sang kreditor semakin kaya dan debitor semakin miskin atas penggunaan riba, karena sang debitor tidak sanggup membayar utang pada saat waktu yang telah disepakati, dan akhirnya membuat kesepakatan lagi, hutang jadi di lipat gandakan.

E.     Konsep Riba Dalam Persepekfif Non Muslim
Riba bukan hanya merupakan masalah masyarakat islam, tetapi berbagai kalangan diluar islam pun memandang serius persoalan ini. Karenanya, kajian terhadap masalah riba dapat dirumut mundur hingga lebih dari dua ribu tahun silam. Masalah telah menjadi ubahan bahasan kalangan yahudi, yunani, demikian juga romawi. Kalangan kristen dari masa-kemasa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba.
Adapun konsep riba menurut mereka akan disebutkan secara singkat sebagai berikut :
1.      Konsep Riba Dikalangan Yahudi
Konsep tentang larangan riba tersebut dikalangan Yahudi banyak terdapat dalam kitab suci mereka, baik dalam Old Testment (Perjanjian Lama) Maupun undang-undang Talmud. Larangan tersebut sebagi berikut:
a.       Kitab Exodus pasal 22 Ayat 25 menyatakan “Jika Engkau meminjamkan Uang kepada salah seorang dari umatku orang yang Miskin diantara kamu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih utang terhadap dia: janganlah engkau bebankan bunga uang terhadapnya.”
b.      Kitab Deoteronomy Pasal 23 ayat 36-37 Menyatakan,“ Janganlah kamu membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apapun yang dapat dibungakan.”
c.       Kitab Levicitus Pasal 25 Ayat 19 Mengatakan, “Jangan lah engkau mengambil uang atau riba darinya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu bisa hidup diantaramu. Janganlah engkau memberi uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba”[2]
2.      Konsep Bunga dikalangan Yunani Dan Romawi
Konsep atau praktik pengambilan bunga di cela oleh para Ahli Filsafat, dua filosof yunani terkemuka, Yaitu Plato dan Aristoteles, mengecam praktik bunga. Dengan pendapat mereka sebagai berikut: Plato ( 427-347 SM) Dia mengecam sistem bunga berdasarkan dua alasan yang pertama. Bunga mengakibatkan perpecahan dan perasaan tidak puas dalam masyarakat. Kedua: Bunga merupakan alat golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin.
Adapun Aristoteles (384-322 SM) Menyatakan keberatannya mengemukakan bahwa filngsi uang adalah sebagi alat tukar atau Medium of exchange. Ditegaskannya bahwa uang bukan alat untuk menghasilkan tambahan melalui bunga. Diapun menyebut bunga sebagai uang yang berasal keberadaannya dari sesuatu yang belum tentu pasti terjadi.
Kalau kita telah mengamati pendapat para tokoh filosof yunani diatas, sekarang kita amati pendapat ahli filsafat romawi yang pendapatnya beralasan yang sama dengan alasan filosof yunani tokoh tersebut adalah. Cato (234-149 SM) Ia berkata pada anaknya agar menjauhi dua perkara yaitu memungut cikai dan mengambil bunga.
3.      Konsep Bunga Dikalangan Kristen
Kitab peljanjian baru tidak menyebutkan permasalahan ini secara jelas. Akan tetapi, sebagaian kalangan kristiani menganggap bahwa ayat yang terdapat dalam Lukas 6:34-35 sebagai Ayat yang mengecam praktik pengambilan bunga.[3] Ayat tersebut menyatakan:

“Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang karena kamu berharap akan menerima sesuatu darinya, Apakah jasamu ? Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang berdosa supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak tuhan yang maha tinggi sebab ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.”
St.Basil (329-379) menganggap mereka yang memakan bunga sebagai orang yang tidak berperikemanusiaan. Baginya mengambil bunga adalah Mengambil keuntungan dari orang yang memerlukan, Demikian juga mengumpulkan emas dan kekayaan dari air mata dan kesusahan orang miskin.
St.Gregory Dari Nyssa (335-407) mengutuk praktik bunga karena menurutnya pertolongan melalui pinjaman adalah palsu. Pada awal kontrak seperti membantu, tetapi pada saat menagih dan meminta imbalan bunga bertindak sangat kejam. Dan masih banyak larangan-larangan riba Iainnya didalam kitab injil peljanjian lama tersebut yang tidak bisa disebutkan.


[1]Anwar, Syamsul, Studi Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: RM Books, 2007) hlm.6
[2] Sehacht, Joseph, Pengantar Hukum Islamalih bahasa, (Y ogyakarta: Islamika,2003), hlm. 9
[3] Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Adat Bagi Umat Islam, (Yogyakarta Nur cahaya, I983) hlm. 64




No comments:

Post a Comment