A.
TBC Paru
1.
Pengertian TBC Paru
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit
infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang
secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis
jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada
orang lain.
Menurut Depkes (2007)
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya.
2. Penyebab
TBC Paru
Mycobacterium tuberculosis
merupakan penyebab dari TB paru. kuman ini bersifat aerob sehingga sebagian
besar kuman menyerang jaringan yang memiliki konsentrasi tinggi seperti paru-paru.
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman
ini cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
sampai beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman
ini dapat dorman (tertidur lama) selama beberapa tahun.
3. Tanda
Gejala TBC Paru
Gejala utama penderita TB paru
adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala
tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas
dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis,
bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di
Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan
gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) penderita
TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).[1]
4. Penatalaksanaan
TBC Paru
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agens
kometrapi (agens antituberkulosis) selama periode 6 sampai 12 bulan. 5 medikasi
garis depan digunakan : isoniasid (INH), rifampin (RIF) stretomisin (SM),
etambutol (EMB), dan pirasinamid (PZA). Kapreomisin, kanamisin, eteonamid,
natrium-para-aminosalisilat, amikasin, dan siklisin merupakan obat-obat baris
kedua.
M. Tuberculosis yang resisten
terhadap obat-obatan terus menjadi isu yang berkembang di seluruh dunia, meski
TB yang resisten terhada obattelah teridentifikasi sejak tahun 1950, insiden
dari resisten banyak obat telah menciptakan tantangan baru. Beberapa jenis
resisten obat harus dipertimbangkan ketika merencanakan terapi efektif:
Resisten obat primer adalah
resisten terhadap satu agensantituberkulosis garis depanpada individu yang
sebelumnyabelum mendapatkan pengobatan.
Resisten obat didapat atau
skunder adalah resisten terhadap satu atau lebih agens antituberkulosis pada
pasien yang sedang menjalani terapi.
Resisten banyak obat adalah
resisten terhadap dua agens, sebut saja , INH dan RIF. Pengobatan yang
direkomendasikan bagi kasus tuberkulosis paru yang baru didiagnosa adalah
regimen pengobatan beragam, termasuk INH, RIF dan PZA selama 4 bulan dengan INH
dan RIF dilanjutkan untuk tambahan dua bulan (totalnya 6 bulan). Sekarang ini
setiap agens dibuat dalam pil yang terpisah. Pil anti-tuberkulosis baru three
in oneyang terdiri atas INH, RIF dan PZA telah dikembangkan, yang akan
memberikan dampak besar dalam meningkatkan kepatuhan terhadap regimen pengobatan.
Pada awalnya etambutol dan
streptomisin mungkin disertakan dalam terapi awal sampai pemeriksaan resisten
obat didapatkan. Regimen pengobatan bagaimanapun tetap dilanjutkan selama 12
bulan. Individu akan dipertimbangkan noninfeksius setelah menjalani 2 sampai 3
minggu terapi obat kontinu.
Isoniasid (INH) mungkin digunakan
sebagai tindakan preventif bagi mereka yang diketahui beresiko terhadap
penyakit ignifikan, sebagai contoh, anggota keluarga dari pasien yang
berpenyakit aktif. Regimen pengobatan profilatik ini mencakup penggunaan dosis
harian INH selama 6 sampai 12 bulan. Untuk meminimalkan efek samping, dapat
diberikan piridoksin (vitamin B6). Enzim-enzim hepar, nitrogen urea darah
(BUN), dan kreatinin dipantau setip bulan. Hasil pemeriksaan kultur sputum
dipantau terhadap basil tahan asam (BTA) untuk mengevaluasi efektifitas
pengobatan dan kepatuhan pasien terhadap terapi.[2]
5. Pengobatan
TB Paru
Tujuan Pengobatan TB paru yaitu
untuk menyembuhkan penderita, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis).
Jenis OAT terdiri dari Isoniazid
(H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol
(E) dan Streptomisin (S). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan,
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah
terjadinya resistensi obat, bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
2 minggu, sebagian besar penderita
TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama, tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.[3]
6. Diet
untuk TBC Paru
a.
Protein berkualitas tinggi untuk memperbaiki
jaringan yang rusak
1) Protein terbaik dan mudah dicerna berasal dari
putih telur dan susu. Sekitar 2 telur dan 3 gelas susu yang diperlukan dalam
sehari.
2) Sumber lain dari protein adalah ayam, ikan,
daging, keju, kacang-kacangan dan biji-bijian, kacang-kacangan.
3) Karena nafsu makan rendah dan gangguan lambung
kemungkinan persiapan harus rendah rempah-rempah dan tidak digoreng. Oleh
karena itu, pada awalnya, puding berdasarkan telur dan susu, selai kacang /
chutney, ayam sup, keju / ayam sandwich dan ikan / daging roti adalah pilihan
yang baik untuk memasukkan dalam diet.
4) Sebagai nafsu makan meningkat, semua persiapan
sayuran non reguler dapat dimakan. Ayam / ikan / daging juga mengandung jumlah
yang baik dari besi yang akan memperbaiki anemia.
b.
Makanan yang kaya vitamin / antioksidan untuk
meningkatkan kekebalan
1) Menekankan pada buah / jus terutama jeruk,
mangga, anggur, nanas, buah delima, leci, sitaphal dan sayuran terutama
varietas kuning dan hijau.
2) Vitamin C membantu dalam penyembuhan dan
penyerapan zat besi, dan vitamin A dan E bertindak sebagai antioksidan kuat.
c.
Kalori yang cukup untuk mencegah kerusakan
jaringan dan membantu penyembuhan
1) Siapkan sereal dan biji-bijian yang biasanya
digunakan, dengan cara apapun yang appetising kepada pasien.
2) Karena pasien TB dapat makan hanya dalam jumlah
kecil, apa pun yang dia / dia makan harus padat kalori.
3) Kalori dapat ditingkatkan dengan menambahkan
ghee sedikit atau mentega untuk bubur dan nasi, suplemen seperti Pastikan,
Horlicks atau Proteinex ditambahkan ke dalam susu, atau bahkan satu sendok es
krim ditambahkan ke dalam susu, mentega dan susu ditambahkan pada sup, dll.
4) Jus buah memberikan lebih banyak kalori
daripada buah-buahan.
5) Sebuah multivitamin (baik air dan larut dalam
lemak) tablet diminum setiap hari akan memastikan bahwa vitamin apapun yang
hilang dari diet yang punya.[4]
[1]http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/27940/Chapter%20II.pdf;jsessionid=5DD168EE7FFC83D902D0A495C1BFCBB2?sequence=4, di unduh tanggal 31 Maret 2015
[2] Imsyahrir, Asuhan Keperawatan Pada Klien Tbc Paru,
17/01/2013, https://imsyahrir.wordpress.com/2013/01/17/asuhan-keperawatan-pada-klien-tb-paru,
di unduh tanggal 31 Maret 2015
[3] Ibid, https://imsyahrir.wordpress.com/2013/01/17/asuhan-keperawatan-pada-klien-tb-paru
[4] Acep Suherman, Makanan
Untuk Penderita TBC, 14/02/2014, http://tbcparu.obatpenyakit.co.id/makanan-untuk-penderita-tbc,
di unduh tanggal 31 Maret 2015
No comments:
Post a Comment