Rukun dan Syarat-syarat Upah
a.
Rukun Upah
Menurut Ulama
Hanafiyah, rukun upah adalah ijab dan qobul, dengan menggunakan kalimat Al-Ijarah
(upah) atau al-ikra. Adapun menurut Jumhur Ulama, rukun upah ada 4, yaitu:
1)
Aqid (orang yang
melakukan akad). Orang yang memberikan upah disebut mu’jir, sedangkan orang
yang menerima upah disebut musta’jir.
2)
Sighat akad. Adanya ucapan antara pengusaha dengan pekerja mengenai
upah yang akan mereka terima.
3)
Upah. Upah dalam hukum Islam, sebaiknya diberikan setelah mereka
selesai bekerja dan upah juga sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah
pihak.
4)
Manfaat. Upah yang diterima oleh pekerja dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan pekerja dan keluarganya.[1]
b.
Syarat Ujrah (Upah)
Yang menjadi
syarat sahnya upah antara lain sebagai berikut:
1)
Adanya keridhaan dari kedua belah pihak yang melakukan akad.
Syarat
ini didasarkan pada firman Allah SWT:
Artinya
:”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan
suka sama-suka,...” )An-Nisa
: 29)
3)
Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat ijarah, seperti upah
menyewa rumah untuk ditempati dengan menempati rumah tersebut.[3]
Berdasarkan
uraian di atas, hendaklah upah yang diberikan harus sesuai dan berharga. Maksud
dari sesuai adalah sesuai dengan kesepakan bersama, tidak dikurangi dan
ditambahi. Upah harus sesuai dengan pekerjaan yang telah dikerjakan, tidaklah
tepat jika pekerjaan yang diberikan banyak dan beraneka ragam jenisnya,
sedangkan upah yang diberikan tidak seimbang. Maksud dari berharga yakni upah
tersebut dapat diukur dengan uang.
No comments:
Post a Comment