Sejarah Kebudayaan Bani Umayyah
Pada masa dinasti Umayyah berbagai
perkembangan ilmu dan kebudayaan sangat berkembang pesat. Perkembangan
perkembangan tersebut diantaranya adalah:
1. Hasil-hasil kebudayaan dinasti masa Bani
Umayyah menurut (Syalabi: 2003):
- Penyempurnaan tulisan Al-Qur’an
Yang dilakukan oleh Hasan Al-Bashri atas
perintah Abdul al-Malik Ibn Marwan.
- Penulisan
Hadits
Dipelopori oleh Umar Ibn Abdul Al-Aziz
memerintahkan kepada Abu Bakar Bin Muhammad ibn Amr ibn Haajm. Akan tetapi
keberadaan buku haditsnya tidak diketahui keberadaannya.
- Pada
Masa pemerintahan Muawiyah telah menciptakan hal-hal baru yang belum
pernah diadakan sebelumnya yaitu membuan “anjung” dalam masjid tempatnya
sembahyang dan digunakan untuk melindungi diri dari musuh. Selain
itu mengadakan dinas pos pada tempat-tempat tertentu sepanjang jalan
menyediakan kuda yang dilengkapi alat perang. Selain itu muawiyah
mendirikan kantor cap (percetakan mata uang)
- Pada
masa Abdul Malik mengganti bahasa pada kantor-kantor pemerintah dengan
bahasa arab yang awalnya bahasa yunan. Kemudian membuat mata uang yang
teratur
- Masa
Al walid menyediakan pendidikan orang yatim dam orang cacat. Membangun
jalan raya menuju hejas dan mendirikan bangunan gedung-gedung dan pabrik
dan masjid damaskus, Syia yang masih ada sampai sekarang.
- Masa
Umar, membuat pasal-pasal UU pokok, menyusun da’wah islamiyah (penyebaran
islam), membuat aturan-aturan mengenai pertahanan, memperbaiki dinas pos
yang dijadikan tempat aspirasi rakyat.
2. Hasil-kebudayaan masa
Bani Umayyah menurut (Rusdi, 2007)
Ilmu pengetahuan mengalami perkembangan pada
masa Dinasti Bani Umayyah yang antara lain :
- Ilmu tentang Alquran
Pada masa Dinasti Umayyah Alquran yang telah
dibukukan disalin dan diperbanyak, kemudian disebarkan ke seluruh kota Islam
yang termasuk wilayah kekuasaan Bani Umayyah. Bersamaan dengan itu sahabat Nabi
Saw dan tabi’in (murid sahabat) menyebar ke berbagai kota Islam yang termasuk
wilayah kekuasaan Dinasti Bani Umayyah, untuk menjadi guru agama Islam yang
mengajarkan antara lain tentang cara membaca Alquran (ilmu qiraat) dan
menafsirkan Al quran (ilmu tafsir).
Pada masa Dinasti Umayyah ilmu Qiraat sudah
tersebar ke berbagai wilayah dari benua Afrika, Asia dan Eropa, agar umat Islam
di mana pun mereka berada di dalam membaca Al quran memiliki pedoman yang sama.
Pada masa tabi’in ini lahir tujuh macam bacaan Alquran yang disebut “Qiraat
Sab’ah”, yang kemudian ditetapkan menjadi dasar bacaan Alquran (Usulun
Lilqiraah). Adapun orang-orang ahli dalam membaca Alquran (Qurra)
yang menjadi pelopor qiraat Sab’ah itu kebanyakan berasal dari kaum Mamaly
(orang Islam bukan bangsa Arab). Mereka adalah :
- Abdullah
bin Kasir, keturunan Persia yang wafat di Mekah tahun 120 H
- Ashim
bin Abun Najud (Islam Mawaly), wafat di Kufah tahun 127 H
- Abdullah
bin Amir Al-Yahsubi, wafat di Damaskus tahun 118 H
- Ali
bin Hamzah Abul Hasan Al-Kisai, yang memimpin para Qurra di Kufah, wafat
tahun 189 HHamzah bin Habib az-Zayat, wafat di Halwan (Irak) pada tahun
156 H
- Abu
Amir bin Al-‘Ala wafat tahun 155 H di Kufah
- Nafi
bin Abi Nu’aim wafat tahun 169 H di Madinah
- Ilmu tentang Al-hadis
Ulama yang ahli dalam ilmu hadis (muhaddisin)
yang termasyhur pada masa Dinasti Bani Umayyah antara lain :
- Abu
Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaiddilah bin Abdullah bin Syihab Az-Zuhri,
wafat tahun 123 H
- Ibnu
Abi Malikah (Abdullah bin Abi Malikah At Tayammy Al Maky), seorang murid
sahabat Ibnu Abbas dan wafat tahun 119 H
- Al-Auzai
Abdurrahman bin Amir (ahli hadis dari Syam), wafat tahun 159 HHasan Basri,
ahli hadis di Basrah wafat tahun 110 H
- As
Sa’by (Abu Amr bin Syurahbil), wafat tahun 104 H di Kufah
Pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz,
para muhaddisin baru mengadakan pembukuan terhadap Hadis. Ahli hadis yang
pertama membukukan hadis ialah : Ibnu Syihab Az Zuhri yang wafat tahun 124 H.
Lalu disusul oleh ahli-ahli lainnya yaitu : Said bin Abi Arubah dan Rabi bin
Shabih (Basrah), Al Walid bin Muslim (Syam), Jarir bin Abdurrahman, Abu
Abdillah bin Mubarak (Khurasan), Hasyim bin Basyir (Iraq) dan Abu Bakar bin Abi
Syibah (Kufah)
- Ilmu
tentang Bahasa Arab
Pada masa Daulah Bani Umayyah Bahasa Arab
mengalami perkembangan ke arah yang lebih maju. Hal ini disebabkan karena
banyaknya orang-orang Islam yang bukan bangsa arab, yang tentu saja merasa
perlu untuk mempelajari Bahasa Arab agar mereka dapat memahami Al quran dan Al
hadis, dapat berkomunikasi dengan Bahasa Arab dan dapat memahami administrasi
negara yang juga menggunakan Bahasa Arab. Adapun ulama yang ahli dalam Bahasa
Arab yang kemudian menyusun dan membukukan ilmu tentang tata Bahasa Arab (ilmu
nahwu) untuk yang pertama kalinya bernama Abu Aswad Ad-Dualy (wafat tahun 69
H). Beliau berguru kepada sahabat Ali bin Abi Talib, yang terkenal dalam
sejarah sebagai “Bapaknya ilmu nahwu”. Pada masa Dinasti Bani Umayyah itu,
berkembang pula ilmu sastra Arab, sehingga bermunculan ahli-ahli di bidang
syair seperti : Nukman bin Basyir Al-Ansari (wafat tahun 65 H), Abu Aswad Ad-Dualy
(wafat tahun 69 H) dan Umar bin Abi Rabi’ah (wafat tahun 93 H).
§
Ilmu tentang Tarikh
(sejarah)
Pada masa Dinasti Bani
Umayyah telah lahir dan berkembang ilmu tentang sejarah (tarikh). Hal ini
disebabkan karena para khalifah Bani Umayyah menyukai cerita-cerita tentang
sejarah bangsa Arab dan bangsa bukan Arab, para pemimpinnya, para pahlawannya,
para rajanya dan cara mereka di dalam memimpin negara. Oleh karena itu ada dua
bidang sejarah yang mereka kaji dan pelajari yaitu sejarah islam dan sejarah
umum. Sejarah Islam membahas apa-apa yang telah dialami umat Islam dan
riwayat hidup para pemimpin dan pahlawannya, untuk dijadikan pelajaran.
Sedangkan sejarah umum mempelajari sejarah bangsa-bangsa di dunia, termasuk
kerajaan-kerajaannya dan para rajanya serta orang-orang besar di dunia,
seperti: Iskandar Abar, Yulius Caesar, Hanibal, dan lain-lain. Ilmu tentang
sejarah, sebenarnya mulai dibukukan pada masa Dinasti Bani Umayyah tetapi baru
tahap merintis. Ilmu sejarah baru berkembang pembukuannya pada masa Dinasti
Bani Abasiyah.
- Ilmu Jugrafia (ilmu bumi)
Sebenarnya ilmu jugrafia bukan ilmu yang berasal dari
bangsa Arab, tetapi umat Islam merasa terpanggil untuk mempelajari dan
menguasainya. Hal ini disebabkan manfaat-manfaatnya yang sangat besar, yaitu :
§
Untuk menunaikan ibadah
haji ke kota suci Mekah bagi umat Islam yang bertempat tinggal jauh dari kota
Mekah seperti India, Afganistan, dan Andalusia
- Untuk kepentingan menuntut ilmu yang bermanfaat, yang
terdapat di berbagai penjuru dunia
- Untuk keperluan menyebarkan ajaran Islam ke seluruh
umat manusia yang bertempat tinggal di berbagai benua, kepulauan dan
negara. Islam mengajarkan bahwa berdakwah atau menyiarkan agama Islam itu
wajib hukumnya
Namun, perlu diketahui bahwa ilmu jugrafia
pada masa Dinasti Bani Umayyah ini baru dalam taraf perintisan.
- Ilmu Kimia, Kedokteran dan Ilmu Perbintangan
Pada masa Daulah Bani Umayyah telah dirintis
usaha menyalin, menterjemahkan, dan menyempurnakan ilmu kimia, ilmu kedokteran
dan ilmu perbintangan ke dalam bahasa Arab. Orang pertama yang merintis usaha
ini ialah Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah (wafat 68 H). Beliau mendatangkan
sejumlah orang Romawi yang bermukim di Mesir, diantaranya seorang pendeta yang
bernama Maryanus, untuk mengajarkan ilmu kimia. Setelah dipelajari, lalu
disalin dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab oleh seorang yang bernama
Isthafan.
Selain itu, Khalid menyenangi ilmu perbintangan dan
beliau telah mengeluarkan banyak dana untuk mempelajari ilmu tersebut dan
membeli alat-alatnya yang diperlukan utuk penelitian.
Kaum muslimin di Syam telah mempelajari ilmu kedokteran
karangan Qis Ahron yang telah diterjemahkan dari Bahasa Suryani ke dalam bahasa
Arab oleh Masarjuwaihi. Kemudian pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz,
buku kedokteran ini lebih dikembangkan lagi ke masyarakat.
Khalifah Abdul Malik bin Marwan telah
menterjemahkan buku tentang tata usaha pemerintahan dari bahasa Persia di Irak
dan bahasa Yunani di Mesir dan Syam ke dalam bahasa Arab. Selain itu, khalifah
Abdul Malik bin Marwan merupakan orang yang gemar pada ilmu perbintangan,
sehingga setiap pergi ke medan perang, beliau banyak mengajak orang yang ahli
dalam ilmu perbintangan. Pada tahun 752 M dikenal ahli kimia Ibnu Hizam. Dan
ilmuwan Islam yang menemukan cat anti api adalah Jabir ibnu Hayyat yang
kemudian dijuluki Bapak Ilmu Kimia.
- Kesenian
Kesenian merupakan perwujudan dari hasil
ciptaan, pikiran dan perasaan manusia yang bermutu dan mengandung unsur
keindahan. Termasuk ke dalam kesenian yang berkembang pada masa Dinasti Umayyah
ialah kasidah, qiraat dan seni ukir. Kasidah merupakan salah satu dari seni
sastra Arab yang berbentuk puisi atau sajak dan bisa juga lirik yang dinyayikan
disertai dengan iringan alat-alat musik terutama rebana. Kemudian setelah Islam
lahir yaitu pada masa Khulafaur Rasyidin dan Bani Umayyah seni kasidah lebih
dikembangkan lagi. Kasidah tidak hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi juga
digunakan sebagai media dakwah. Bait-bait sajak yang dinyayikan dalam kasidah
berupa pujian kepada Allah Swt dan rasul-Nya, seruan bertakwa kepada-Nya, kabar
gembira bagi yang bertakwa dan berita duka bagi yang durhaka.
Kesenian lainnya adalah qiraat. Kata qiraat
dalam Bahasa Arab merupakan bentuk jamak dari kata “qira’ah” yang berarti
bacaan. Menurut istilah, qiraat adalah cara-cara mengucapkan kalimat-kalimat
atau ayat-ayat Alquran dengan benar, baik dan indah.
Selain kasidah dan qiraat, seni ukir atau
seni pahat mengalami perkembangan yang lebih maju. Motif ukiran (pahat) yang
menonjol dan digunakan pada masa Daulah Bani Umayyah ialah khat (tulisan) Arab.
Banyak ayat Alquran, hadis Nabi Saw, syair-syair bermutu, dan kata-kata mutiara
yang diukir dengan indahnya di dinding mesjid, tembok istana, dan gedung megah.
Salah satu peninggalan ukiran indah Bani Umayyah ialah ukiran berpahat pada
dinding tembok istana yang dibangun oleh Khalifah Walid bin Abdul Malik dan
yang bernama “Qusair Amrah” (Istana Mungil Amrah). Istana ini terletak di
daerah pegunungan sebelah timur laut mati dan digunakan sebagai tempat
peristirahatan pada musim panas.
- Arsitektur
Arsitektur (seni bangunan) yang terdapat pada
masa dinasti Bani Umayyah adalah seni bangunan sipil, seni bangunan agama, dan
seni bangunan militer. Termasuk ke dalam bangunan sipil seperti istana yang
megah dan gedung-gedung milik pemerintah atau pribadi yang indah-indah.
Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan agama adalah masjid, bangunan militer
yaitu benteng-benteng. Gedung-gedung atau bangunan-bangunan tersebut umumnya
bergaya campuran antara Romawi, Persia dan Arab yang kemudian diwarnai dengan
warna Islam. Gedung-gedung tersebut tersebar di berbagai kota, seperti :
Damaskus (ibu kota dinasti Daulah Bani Umayyah), Kairawan (Afrika Utara),
Kordoba (Andalusia atau Spanyol). Di Damaskus telah dibangun gedung-gedung
megah dan indah, jalan-jalan teratur dan pepohonan yang rimbun, sungai-sungai
yang mengalir air jernih dengan ikan yang bermacam-macam dan juga taman-taman
rekreasi yang menyenangkan. Selain itu, di sana terdapat sebuah masjid yang
besar, megah dan indah yang berukuran panjang 300 M, lebar 200 M, dengan
pilar-pilar dan dinding-dindingnya yang diukir dengan ukiran-ukiran yang indah,
dan ditaburi aneka batu yang bernilai tinggi. Masjid tersebut dinamakan Masjid
Damaskus, yang dibangun dengan memanfaatkan ahli-ahli bangunan dari Romawi dan
menghabiskan dana kurang lebih 33.600.000 dolar Amerika.
Kairawan merupakan sebuah kota yang didirikan
oleh Aqabah bin Nafi (Gubernur Afrika Utara) yang kemudian ditetapkan bahwa
Kairawan ini merupakan ibukota dari wilayah Afrika Utara. Sebagai sebuah kota
Islam, maka Kairawan dibangun dengan gaya arsitektur Islam. Hal ini terlihat
dalam berbagai gedung, masjid, taman rekreasi, daerah perdagangan, daerah
industri, daerah militer dan lain-lain. Karena Kairawan menjadi ibukota negara
maka lama kelamaan kota ini menjadi kota internasional, yang dijadikan tempat
tinggal dan tempat berusaha oleh berbagai bangsa, seperti bangsa Arab, Barbar,
Romawi dan Persia. Selain itu, Kairawan terkenal sebagai kota militer yang kuat
dan juga sebagai pusat ilmu pengetahuan.
Di dalam masjid diajarkan berbagai macam
ilmu, terutama ilmu-ilmu tentang agama Islam. Misalnya, di pekarangan Ka’bah
Masjidil Haram Mekah, Abdullah bin Abas ra (sahabat Nabi Saw), mengajarkan
tentang ilmu tafsir. Rabi’ah dan beberapa muridnya seperti Malik dan Hasan
mengajar di Masjid Nabawi di Madinah dan Hasan Basri mengajar di masjid kota Basrah.
Kordoba merupakan ibukota dari Andalusia pada masa pemerintahan Bani
Umayyah periode Kordoba (756-1031). Semenjak Andalusia diperintah oleh
Abdurrahman Ad-Dakhil (Abdurrahaman I), 756-788 kota Kordoba mulai
meningkat maju. Kordoba mengalami puncak kejayaannya pada masa pemerintahan
Abdurrahman III (912-961) dan Al-Hakam II (961-976). Kejayaan tersebut dapat
dilihat dari kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang, seperti bidang pendidikan
dan ilmu pengetahuan serta bidang kebudayaan. Dalam bidang pendidikan di
Kordoba terdapat sebuah perguruan tinggi ternama yaitu Universitas Kordoba, 27
sekoah swasta, 70 buah perpustakaan dan sejumlah toko buku. Sebelah timur kota
Kordoba 170 orang wanita yang berprofesi sebagai penulis kitab suci Alquran
dengan bentuk tulisan yang indah. Di samping itu terdapat 80 buah sekolah
tempat mengasuh dan mendidik anak-anak yatim dan anak-anak terlantar dengan
biaya sepenuhnya ditanggung pemerintah.
Dalam bidang ilmu
pengetahuan pada masa pemerintahan Bani Umayyah periode Kordoba inipun
mengalami kemajuan. Berbagai macam ilmu pengetahuan yang dipelajari,
disempurnakan dan dikembangkan seperti kedokteran, matematika, filsafat,
kesusasteraan dan musik. Demikian juga berbagai naskah keilmuan telah disalin
dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dari bahasa Yunani dan latin.
Di bidang kemajuan kebudayaan Islam, dapat
dilihat antara lain dari keberadaan kota Kordoba (Cordova) yang megah dan
indah, diterangi lampu-lampu hias, jalan-jalan yang teratur rapih, bangunan
yang sedap dipandang mata. Kordoba yang dihiasi dengan Istana “Az-Zahra” yang
mengagumkan bagi siapa saja yang memandangnya. Di Istana inilah para khalifah
menerima dan menjamu tamu-tamu negara.
3. Hasil
perkembangan kebudayaan Islam menurut tristiono
Di masa Bani Umayyah ini, kebudayaan mengalami
perkembangan dari pada masa sebelumnya. Di antara kebudayaan Islam yang
mengalami perkembangan pada masa ini adalah seni sastra, seni rupa, seni suara,
seni bangunan, seni ukir, dan sebaginya.
Pada masa ini telah banyak bangunan hasil
rekayasa umat Islam dengan mengambil pola Romawi, Persia dan Arab. Contohnya
adalah bangunan masjid Damaskus yang dibangun pada masa pemerintahan Walid bin
Abdul Malik, dan juga masjid Agung Cordova yang terbuat dari batu pualam.
Seni sastra berkembang dengan
pesatnya, hingga mampu menerobos ke dalam jiwa manusia dan berkedudukan tinggi
di dalam masyarakat dan negara. Sehingga syair yang muncul senantiasa sering
menonjol dari sastranya, disamping isinya yang bermutu tinggi.
Perkembangan seni ukir yang paling
menonjol adalah penggunaan khot Arab sebagai motif ukiran atau pahatan. Hal ini
dapat dilihat dari banyaknya dinding masjid dan tembok-tembok istana yang
diukur dengan khat Arab. Salah satunya yang masih tertinggal adalah ukiran
dinding Qushair Amrah (Istana Mungil Amrah), istana musim panas di daerah
pegunungan yang terletak lebih kurang 50 mil sebelah Timur Amman.
Dalam bidang ilmu pengetahuan,
perkembangan tidak hanya meliputi ilmu pengetahuan agama saja, tetapi juga ilmu
pengetahuan umum, seperti ilmu kedokteran, filsafat, astronomi, ilmu pasti,
ilmu bumi, sejarah, dan lain-lain.
Pada ini juga, politik telah
mengaami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur dibandingkan dengan
masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah (kepemimpinan), dibentuknya
Al-Kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah (Ajudan), Organisasi Keuangan,
Organisasi Keahakiman dan Organisasi Tata Usaha Negara.
Kekuatan militer pada masa Bani
Umayyah jauh lebh berkembang dari masa sebelumnya, sebab diberlakukan Undang-Undang
Wajib Militer (Nizhamut Tajnidil Ijbary). Sedangkan pada masa sebelumnya, yakni
masa Khulafaurrasyidin, tentara adalah merupakan pasukan sukarela. Politik
ketentaraan Bani Umayyah adalah politik Arab, dimana tentara harus dari orang
Arab sendiri atau dari unsure Arab.
Dalam bidang social budaya,
kholifah pada masa Bani Umayyah juga telah banyak memberikan kontribusi yang
cukup besar. Yakni, dengan dibangunnya rumah sakit (mustasyfayat) di
setiap kota yang pertama oleh Kholifah Walid bin Abdul Malik. Saat itu juga
dibangun rumah singgah bagi anak-anak yatim piatu yang ditinggal oleh orang tua
mereka akibat perang. Bahkan orang tua yang sudah tidak mampu pun dipelihara di
rumah-rumah tersebut. Sehingga usaha-usaha tersebut menimbulkan simpati yang cukup
tinggi dari kalangan non-Islam, yang pada akhirnya mereka berbondong-bondong
memeluk Islam.
4. Hasil Kebudayaan Masa Bani Umayyah Menurut
(Supriyadi, 2008)
Pada masa pemerintahan Muawiyah telah
menciptakan hal-hal baru yang belum pernah ada sebelumnya. Dialah yang menyuruh
untuk membuatkan ‘anjang’ dalam masjid untuk melindun gi diri dari musuh.
Kemudian mengadakan dinas-pos pada tempat-tempat tertentu disepanjang jalan
yang disediakan kuda lengkap dengan persenjataan lengkap. Mendirikan kantor cap
(percetakan mata uang).
Pada masa abdul malik, mengganti bahasa yang
dipakai sehari-hari dengan bahasa arab yang awalnya menggunakan bahasa yunan.
Membuat mata uang dengan cara teratur. Pada masa Al walid, menyediakan
pendidikan bagi anak yatim dan orang cacat. Membangun jalan raya menuju hejaz,
mendirikan gedung-gedung dan pabrik, masjid Umawi di Damaskus yang terkenal
hingga saat ini. Pada masa Umar mampu membuat Fasal-fasal UU pokok, menyusun
rencana Da’wah islamiyah, membuat aturan-aturan mengenai pertahanan.
Memperbaiki dinas pos yang bisa dijadikan sebagai tempat memberikan aspirasi
rakyat.
No comments:
Post a Comment