Perkembangan Islam di Berbagai Wilayah
di Indonesia
v Sumatera
Daerah pertama dari
kepulauan Indonesia yang dimasuki Islam adalah pantai barat pulau Sumatra
dan daerah Pasai yang terletak di Aceh utara . Hal ini mudah diterima
akal, karena wilayah Sumatera bagian Utara letaknya di tepi Selat Malaka,
tempat lalu lintas kapal-kapal dagang dari India ke Cina.
Para pedagang dari India,
yakni bangsa Arab, Persi dan Gujarat, yang juga para mubalig Islam, banyak yang
menetap di bandar-bandar sepanjang Sumatera Utara. Mereka menikah dengan
wanita-wanita pribumi yang sebelumnya telah di-Islamkan, sehingga terbentuklah
keluarga-keluarga muslim. Selanjutnya mereka mensyiarkan Islam dengan cara yang
bijaksana, baik dengan lisan maupun sikap dan perbuatan, terhadap sanak famili,
para tetangga, dan masyarakat sekitarnya. Sikap dan perbuatan mereka yang baik,
kepandaian yang lebih tinggi, kebersihan jasmani dan rohani, sifat kedermawanan
serta sifat-sifat terpuji lainnya yang mereka miliki menyebabkan para penduduk
hormat dan tertarik pada Islam, dan tertarik masuk Islam.
Hingga akhirnya berdiri
kerajaan Islam pertama, yaitu Samudra Pasai. Kerajaan ni berdiri pada tahun
1261 M, di pesisir timur Laut Aceh Lhokseumawe (Aceh Utara), rajanya bernama
Marah Silu, bergelar Sultan Al-Malik As-Saleh.
Seiring dengan kemajuan
kerajaan Samudra Pasai yang sangat pesat, pengembangan agama Islam pun mendapat
perhatian dan dukungan penuh. Para ulama dan mubalignya menyebar ke seluruh
Nusantara, ke pedalaman Sumatera, peisir barat dan utara Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Ternate, Tidore, dan pulau-pulau lain di kepulauan Maluku. Itulah
sebabnya di kemudian hari Samudra Pasai terkenal dengan sebutan Serambi Mekah.
v Jawa
Benih-benih kedatangan
Islam ke tanah Jawa sebenarnya sudah dimulai pada abad pertama Hijriyah atau
abad ke 7 M. Hal ini dituturkan oleh Prof. Dr. Buya Hamka dalam bukunya Sejarah
Umat Islam, bahwa pada tahun 674 M sampai tahun 675 M. sahabat Nabi, Muawiyah
bin Abi Sufyan pernah singgah di tanah Jawa (Kerajaan Kalingga) menyamar
sebagai pedagang. Bisa jadi Muawiyah saat itu baru penjajagan saja, tapi proses
dakwah selanjutnya dilakukan oleh para da’i yang berasal dari Malaka atau
kerajaan Pasai sendiri. Sebab saat itu lalu lintas atau jalur hubungan antara
Malaka dan Pasai disatu pihak dengan Jawa dipihak lain sudah begitu pesat.
Namun, penemuan nisan
makam Siti Fatimah binti Maimun di daerah Leran/Gresik yang wafat tahun 1101 M
dapatlah dijadikan tonggak awal kedatangan Islam di Jawa.
Hingga pertengahan abad
ke-13, bukti-bukti kepurbakalaan maupun berita-berita asing tentang masuknya
Islam di Jawa sangatlah sedikit. Baru sejak akhir abad ke-13 M hingga abad-abad
berikutnya, terutama sejak Majapahit mencapai puncak kejayaannya, bukti-bukti
proses pengembangan Islam ditemukan lebih banyak lagi.
Dan untuk masa-masa
selanjutnya pengembangan Islam di tanah Jawa dilakukan oleh para ulama dan
mubalig yang kemudian terkenal dengan sebutan Wali Sanga (sembilan
wali).
v Adapun gerakan dakwah Islam di Pulau
Jawa selanjutnya dilakukan oleh para Wali Sanga, yaitu :
a. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan
Gresik
Beliau dikenal juga
dengan sebutan Syeikh Magribi. Ia dianggap pelopor penyebaran Islam di Jawa.
Beliau juga ahli pertanian, ahli tata negara dan sebagai perintis lembaga
pendidikan pesantren. Wafat tahun 1419 M.(882 H) dimakamkan di Gapura Wetan
Gresik.
b. Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel)
Dilahirkan di Aceh tahun
1401 M. Ayahnya orang Arab dan ibunya orang Cempa, ia sebagai mufti dalam
mengajarkan Islam tak kenal kompromi dengan budaya lokal. Wejangan terkenalnya
Mo Limo yang artinya menolak mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat, yang
marak dimasa Majapahit. Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481 M.
Jasa-jasa Sunan Ampel :
1) Mendirikan pesantren di Ampel Denta,
dekat Surabaya. Dari pesantren ini lahir para mubalig kenamaan seperti : Raden
Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan Demak pertama), Raden Makhdum (Sunan
Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan Maulana Ishak yang pernah diutus untuk
menyiarkan Islam ke daerah Blambangan.
2) Berperan aktif dalam membangun Masjid
Agung Demak yang dibangun pada tahun 1479 M.
3) Mempelopori berdirinya kerajaan Islam
Demak dan ikut menobatkan Raden Patah sebagai Sultan pertama.
c. Sunan Giri (Raden Aenul Yaqin atau
Raden Paku)
Ia putra Syeikh Yakub bin
Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan menguasai ilmu Falak. Dimasa menjelang
keruntuhan Majapahit, ia dipercaya sebagai raja peralihan sebelum Raden Patah
naik menjadi Sultan Demak. Ketika Sunan Ampel wafat, ia menggantikannya sebagai
mufti tanah Jawa.
d.
Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)
Putra Sunan Ampel lahir
tahun 1465. Sempat menimba ilmu ke Pasai bersama-sama Raden Paku. Beliaulah
yang mendidik Raden Patah. Beliau wafat tahun 1515 M.
e.
Sunan Kalijaga (Raden Syahid)
Ia tercatat paling banyak
menghasilkan karya seni berfalsafah Islam. Ia membuat wayang kulit dan cerita
wayang Hindu yang diislamkan. Sunan Giri sempat menentangnya, karena wayang
Beber kala itu menggambarkan gambar manusia utuh yang tidak sesuai dengan ajaran
Islam. Kalijaga mengkreasi wayang kulit yang bentuknya jauh dari manusia utuh.
Ini adalah sebuah usaha ijtihad di bidang fiqih yang dilakukannya dalam rangka
dakwah Islam.
f.
Sunan Drajat
Nama aslinya adalah
Syarifudin (putra Sunan Ampel, adik Sunan Bonang). Dakwah beliau terutama dalam
bidang sosial. Beliau juga mengkader para da’i yang berdatangan dari berbagai
daerah, antara lain dari Ternate dan Hitu Ambon.
g.
Syarif Hidayatullah
Nama lainnya adalah Sunan
Gunung Jati yang kerap kali dirancukan dengan Fatahillah, yang menantunya
sendiri. Ia memiliki keSultanan sendiri di Cirebon yang wilayahnya sampai ke
Banten. Ia juga salah satu pembuat sokoguru masjid Demak selain Sunan Ampel,
Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang. Keberadaan Syarif Hidayatullah dengan
kesultanannya membuktikan ada tiga kekuasaan Islam yang hidup bersamaan kala
itu, yaitu Demak, Giri dan Cirebon. Hanya saja Demak dijadikan pusat dakwah,
pusat studi Islam sekaligus kontrol politik para wali.
h.
Sunan Kudus
Nama aslinya adalah
Ja’far Sadiq. Lahir pada pertengahan abad ke 15 dan wafat tahun 1550 M. (960
H). Beliau berjasa menyebarkan Islam di daerah kudus dan sekitarnya. Ia
membangun masjid menara Kudus yang sangat terkenal dan merupakan salah satu
warisan budaya Nusantara.
i.
Sunan Muria
Nama aslinya Raden
Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan Kalijaga. Beliau menyebarkan Islam
dengan menggunakan sarana gamelan, wayang serta kesenian daerah lainnya. Beliau
dimakamkan di Gunung Muria, disebelah utara kota Kudus.
Diparuh awal abad 16 M,
Jawa dalam genggaman Islam. Penduduk merasa tentram dan damai dalam ayoman
keSultanan Demak di bawah kepemimpinan Sultan Syah Alam Akbar Al Fatah atau
Raden Patah. Hidup mereka menemukan pedoman dan tujuan sejatinya setelah
mengakhiri masa Siwa-Budha serta animisme. Merekapun memiliki kepastian hidup
bukan karena wibawa dan perbawa sang Sultan, tetapi karena daulah hukum yang
pasti yaitu syari’at Islam.
“Salokantara” dan “Jugul Muda” itulah
dua kitab undang-undang Demak yang berlandaskan syari’at Islam. Dihadapan
peraturan negeri pengganti Majapahit itu, semua manusia sama derajatnya,
sama-sama khalifah Allah di dunia. Sultan-Sultan Demak sadar dan ikhlas
dikontrol oleh kekuasaan para Ulama atau Wali. Para Ulama itu berperan sebagai
tim kabinet atau merangkap sebagai dewan penasehat Sultan.
Dalam versi lain dewan
wali sanga dibentuk sekitar 1474 M. oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel), membawahi
Raden Hasan, Maftuh Ibrahim, Qasim (Sunan Drajat) Usman Haji (ayah Sunan Kudus,
Raden Ainul Yakin (Sunan Gresik), Syekh Sutan Maharaja Raden Hamzah, dan Raden
Mahmud. Beberapa tahun kemudian Syekh Syarif Hidayatullah dari Cirebon
bergabung di dalamnya. Sunan Kalijaga dipercaya para wali sebagai muballig
keliling. Disamping wali-wali tersebut, masih banyak Ulama yang dakwahnya satu
kordinasi dengan Sunan Ampel hanya saja, sembilan tokoh Sunan Wali Sanga yang
dikenal selama ini memang memiliki peran dan karya yang menonjol dalam
dakwahnya.
v Sulawesi
Pulau Sulawesi sejak abad
ke-15 M sudah didatangi oleh para pedagang muslim dari Sumatera, Malaka dan
Jawa. Menurut berita Tom Pires, pada awal abad ke-16 di Sulawesi banyak
terdapat kerajaan-kerajaan kecil yang sebagian penduduknya masih memeluk
kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Di antara kerajaan-kerajaan itu yang paling
besar dan terkenal adalah kerajaan Gowa Tallo, Bone, Wajo, dan Sopang.
Pada tahun 1562 – 1565 M,
di bawah pimpinan Raja Tumaparisi Kolama, Kerajaan Gowa Tallo berhasil
menaklukkan daerah Selayar, Bulukumba, Maros, Mandar dan Luwu.
Kerajaan Gowa ini
mengadakan hubungan baik dengan kerajaan Ternate dibawah pimpinan Sultan
Babullah yang telah menerima Islam lebih dahulu Pada masa itu, di Gowa
Tallo telah terdapat kelompok-kelompok masyarakat muslim dalam jumlah yang
cukup besar. Kemudian atas jasa Dato Ribandang dan Dato Sulaemana, penyebaran
dan pengembangan Islam menjadi lebih intensif dan mendapat kemajuan yang pesat.
Pada tanggal 22 September 1605 Raja Gowa yang bernama Karaeng Tonigallo masuk
Islam yang kemudian bergelar Sultan Alaudin. dan diikuti oleh perdana
menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa.
Setelah resmi menjadi
kerajaan bercorak Islam, Gowa melakukan perluasan kekuasaannya. Daerah Wajo dan
Sopeng berhasil ditaklukan dan di-Islamkan. Demikian juga Bone, berhasil
ditaklukan pada tahun 1611 M.
v Kalimantan
Sebelum Islam masuk ke
Kalimantan, di Kalimantan Selatan terdapat kerajaan-kerajaan Hindu yang
berpusat di Negara Dipa, Daha, dan Kahuripan yang terletak di hulu sungai Nagara
dan Amuntai Kimi. Kerajaan-kerajaan ini sudah menjalin hubungan dengan
Majapahit, bahkan salah seorang raja Majapahit menikah dengan Putri Tunjung
Buih. Hal tersebut tercatat dalam Kitab “Negara Kertagama” karya Empu Prapanca.
Islam masuk ke Kalimantan
atau yang lebih dikenal dengan Borneo melalui tiga jalur. Jalur pertama melalui
Malaka yang dikenal sebagai kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya
Malaka ke tangan Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar sebab para
muballig dan komunitas muslim kebanyakan mendiamai pesisir barat
Kalimantan.
Jalur kedua, Islam datang
disebarkan oleh para muballig dari tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan
ini mencapai puncaknya saat kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak
Muballig ke negeri ini. Para da’i tersebut berusaha mencetak kader-kader yang
akan melanjutkan misi dakwah ini. Maka lahirlah ulama besar, salah satunya
adalah SyekhMuhammad Arsyad Al Banjari.
Jalur ketiga para da’i datang dari
Sulawesi (Makasar) terutama da’i yang terkenal saat itu adalah Datuk Ri Bandang
dan Tuan Tunggang Parangan.
a.
Kalimantan Selatan
Masuknya Islam di
Kalimantan Selatan adalah diawali dengan adanya krisis kepemimpinan
dipenghujung waktu berakhirnya kerajaan Daha Hindu. Saat itu Raden Samudra yang
ditunjuk sebagai putra mahkota oleh kakeknya, Raja Sukarama minta bantuan
kepada kerajaan Demak di Jawa dalam peperangan melawan pamannya sendiri, Raden
Tumenggung Sultan Demak (Sultan Trenggono) menyetujuinya, asal Raden Samudra
kelak bersedia masuk Islam. Dalam peperangan itu Raden Samudra mendapat
kemenangan. Maka sesuai dengan janjinya ia masuk Islam beserta kerabat keraton
dan penduduk Banjar. Saat itulah tahun (1526 M) berdiri pertama kali kerajaan
Islam Banjar dengan rajanya Raden Samudra dengan gelar Sultan Suryanullah atau
Suriansyah. Raja-raja Banjar berikutnya adalah Sultan Rahmatullah (putra Sultan
Suryanullah), Sultan Hidayatullah (putra Sultan Rahmatullah dan Marhum
Panambahan atau Sultan Musta’in Billah. Wilayah yang dikuasainya meliputi
daerah Sambas, Batang Lawai, Sukadana, Kota Waringin, Sampit Medawi, dan
Sambangan.
b.
Kalimantan Timur
Berdasarkan hikayat
Kutai, pada masa pemerintahan Raja Mahkota, datanglah dua orang ulama besar
bernama Dato Ribandang dan Tuanku Tunggang Parangan. sehingga raja Kutai
(raja Mahkota) tunduk kepada Islam diikuti oleh para pangeran, para menteri,
panglima dan hulubalang. Untuk kegiatan dakwah ini dibangunlah sebuah masjid.
Kedua ulama itu datang ke
Kutai setelah orang-orang Makasar masuk Islam. Proses penyebaran Islam di Kutai
dan sekitarnya diperkirakan terjadi pada tahun 1575 M. raja Mahkota
berusaha menyebarkan Islam ke daerah-daerah sampai ke pedalaman Kalimantan
Timur sampai daerah Muara Kaman, dilanjutkan oleh Putranya, Aji Di Langgar dan
para penggantinya.
v Maluku.
Kepulauan Maluku terkenal
di dunia sebagai penghasil rempah-rempah, sehingga menjadi daya tarik para
pedagang asing, tak terkecuali para pedagang muslim baik dari Sumatra, Jawa,
Malaka atau dari manca negara. Hal ini menyebabkan cepatnya perkembangan dakwah
Islam di kepulauan ini.Islam masuk ke Maluku sekitar pertengahan abad ke 15
atau sekitar tahun 1440 dibawa oleh para pedagang muslim dari Pasai, Malaka dan
Jawa (terutama para da’i yang dididik oleh para Wali Sanga di Jawa). Tahun 1460
M, Vongi Tidore, raja Ternate masuk Islam. Namun menurut H.J De Graaft
(sejarawan Belanda) bahwa raja Ternate yang benar-benar muslim adalah Zaenal
Abidin (1486-1500 M). Setelah itu Islam berkembang ke kerajaan-kerajaan yang
ada di Maluku. Tetapi diantara sekian banyak kerajaan Islam yang paling
menonjol adalah dua kerajaan , yaitu Ternate dan Tidore.
Raja-raja Maluku yang
masuk Islam seperti :
a.
Raja
Ternate yang bergelar Sultan Mahrum (1465-1486).
b.
Setelah
beliau wafat digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang sangat besar jasanya
dalam menyiarkan Islam di kepulauan Maluku, Irian bahkan sampai ke Filipina.
c.
Raja
Tidore yang kemudian bergelar Sultan Jamaluddin.
d.
Raja
Jailolo yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin.
e.
Pada
tahun 1520 Raja Bacan masuk Islam dan bergelar Zaenal Abidin.\
Selain Islam masuk dan
berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke Irian yang disiarkan oleh raja-raja
Islam di Maluku, para pedagang dan para muballig yang juga berasal dari Maluku.
Daerah-daerah di Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah : Miso, Jalawati, Pulau
Waigio dan Pulau Gebi.
No comments:
Post a Comment