Upah Dalam Islam
1.
Pengertian dan Landasan Hukum Upah
Istilah “upah” dapat digunakan dalam pengertian sempit maupun luas.
Dalam arti luas, istilah itu bearti
pembayaran yang diberikan sebagai imbalan untuk jasa tenaga kerja. Dalam arti
sempit, upah dapat didefinisikan
sebagai sejumlah uang yang dibayarkan oleh majikan kepada pekerjanya untuk jasa
yang dia berikan.
Upah mengacu pada penghasilan tenaga kerja. Upah dapat kita pandang
dari dua segi yaitu moneter dan yang bukan moneter. Jumlah uang yang diperoleh
seorang pekerja selama jangka waktu mengacu pada nominal tenaga kerja.[2]
Menurut Profesor Benham sebagaimana dikutip oleh Afzalur Rahman
upah dapat didefinisikan dengan sejumlah uang dibayar oleh orang yang
memberikan pekerjaan kepada seseorang pekerja atas jasanya sesuai perjanjian.[3]
Menurut Sadono Sukirno, upah yaitu pembayaran atas jasa-jasa fisik
maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada para pengusaha tidak
dibeda-bedakan antara pembayaran keatas jasa-jasa pekerja kasar dan tidak tetap.[4]
Upah disebut juga Ujrah dalam islam. Upah dalam bentuk kompensasi
atas jasa yang telah diberikan kepada tenaga kerja.[5]
Masalah upah dalam Al-Qur’an sangat diperhatikan. Al-Qur’an
memerintahkan agar seorang pengusaha atau majikan membayarkan upah kepada orang
yang bekerja padanya dan telah menyelesaikan pekerjaannya tersebut. Dalam
Al-Qur’an dijelaskan bahwa memberikan upah kepada seseorang yang telah selesai
bekerja hukumnya adalah wajib. Para ulama menjelaskan tentang penyegeraan
pekerjaanya tersebut selesai, maka ia berhak mendapat upahnya setelah pekerjaan
tersebut selesai.[6]
Beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa upah adalah suatu
imbalan sebagai pembalasan jasa terhadap jasa orang lain yang biasanya
dinyatakan dalam bentuk uang, berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak yaitu
buruh dan pengusaha.
Para ulama mendefinisikan tentang upah ini secara berbeda-beda, definisi
tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Menurut Hanafiah bahwa upah adalah:
عَقْدٌ
عَلَى الْمَنَا فِعِ بِعَوْ ضٍ
Artinya:
“Akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti”
2)
Menurut Asy-Syafi’iyah Upah adalah:
عَقْدُ
عَلَى مَنْفَعَةٍ مَقْصُوْ دَةٍ مَعْلُوْ مَةٍ مُبَاحَةٍ قَا بِلَةٍ لِلْبَذْ لِ
وَالْأِ بَا بِعَوْضٍ مَعْلُوْمِ
Artinya:
“Akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah,
serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu.”
3)
Menurut Malikiyah dan Hanabilah
تَمْلِيْكُ
مَنَا فِعِ شَيْئٍ مُبَا حَةٍ مُدَّةً مَعْلُوْ مَةً بِعَوْضٍ
Artinya:
“Menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mudah dalam waktu tertentu dengan
pengganti.”
Dari beberapa definisi tentang upah di atas maka penulis
menyimpulkan bahwa pengertian upah adalah suatu imbalan atas balas jasa yang
dilakukan oleh orang yang mempekerjakan (majikan atau pengusaha) dengan orang
yang bekerja, yang biasanya balas jasa
tersebut dinyatakan dengan uang berdasarkan atas kesepakan antara kedua
belah pihak sesuai dengan Islam.
Para ulama Fiqih menyatakan bahwa
yang menjadi dasar dibolehkannya upah adalah:
1)
Al-Qur’an
Firman Allah
SWT ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-baqarah 279:
“…Kamu
tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya…” (Al-Baqarah : 279)
Ayat di atas memberikan penegasan bahwa dalam perjanjian (tentang
upah) kedua belah pihak diperingatkan untuk bersikap jujur dan adil dalam semua
urusan mereka, sehingga tidak terjadi tindakan aniaya terhadap orang lain juga tidak
merugikan kepentingannya sendiri.
Q.S. Al-Ahqaaf ayat 19:
Artinya : “Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa
yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan)
pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan.
2) As-Sunnah
a) Upah disebutkan sebelum pekerjaan di mulai
Rasulullah
SAW memberikan contoh yang harus dijalankan kaum muslimin setelahnya, yakni
penentuan upah para pekerja sebelum mereka mulai menjalankan pekerjaannya.
Rasulullah SAW bersabda:
وَعَنْ أَبِى
سَعِيْدِالْخُدْرِى رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: (مَنِ اسْتَأْجَرَأَجِيْرًافَلْيُسَمَّ لَهُ أُجْرَتَهُ)رَوَاهُ
عَبْدُالْرزاق وَفِيْهِ انْقِطَاعٌ , وَوَصَلَهُ الْبَيْهَقِى , مِنْ طَرِيْقِ
أَبِى حَنِيْفَةَ .
Artinya: Dari Abi Said al Khudri ra. sesungguhnya Nabi SAW
bersabda: “Barang siapa mempekerjakan seorang pekerja, maka harus disebutkan
upahnya” (H.R. Abdur Razak sanadnya terputus, dan al Baihaqi menyambungkan
sanadnya dari arah Abi Hanifah).
Dalam hadits tersebut
Rasulullah telah memberikan petunjuk, supaya majikan terlebih dahulu memberikan
informasi tentang besarnya upah yang akan diterima oleh pekerja sebelum ia
mulai melakukan pekerjaannya. Dengan adanya informasi besaran upah yang
diterima, diharapkan dapat memberikan dorongan semangat untuk bekerja serta memberikan
kenyamanan dalam pekerjaan. Mereka akan menjalankan pekerjaan sesuai dengan
kesepakatan kontrak kerja dengan majikan.
b)
Membayar upah sebelum keringatnya kering
Hadis yang
diriwayatkan Ibnu Majah, Rasulullah SAW, Bersabda:
وَعَنِ ابْنِ
عُمَرَرَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ (أُعْطُوْاالأَجِيْرَأَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ) رَوَاهُ
اِبْنُ مَاجَهْ . وَفِى الْبَابِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَظِىَ اللهُ عَنْهُ عِنْدَ
أَبِى يَعْلَى وَالْبَيْهَقِى ,وَجَابِرٍ عِنْدَالطَبْرَانِى , وَكُلُّهَاظِعَافٌ
.
Artinya
: Dari Ibnu Umar ra. Berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Berikanlah upah sebelum keringat pekerja itu kering.” (H.R. Ibnu Majjah). Dan pada bab ini hadis dari Abi Hurairah ra.
Menurut Abi Ya’la dan Baihaqi, dan hadis dari Jabir menurut Tabrani semuanya
Dhaif.
Dari hadis
tersebut dapat dipahami bahwa buruh itu telah melaksanakan atau menyelesaikan
pekerjaan yang dibebankan kepadanya, maka pengusaha wajib membayarkan upahnya
sebelum keringat yang mengucur itu kering.
Ketentuan
tersebut untuk menghilangkan keraguan pekerja atau kekhawatirannya bahwa upah
mereka akan dibayarkan, atau akan mengalami keterlambatan tanpa adanya alasan
yang dibenarkan. Namun, umat Islam diberikan kebebasan untuk menentukan waktu
pembayaran upah sesuai dengan kesepakatan antara pekerja dengan yang
memperkerjakan.
Dalam kandungan
dari kedua hadist tersebut sangatlah jelas dalam memberikan gambaran bahwa jika
mempekerjaan seorang pekerja hendaklah dijelaskan terlebih dahulu upah yang
akan diterimanya dan membayarkan upahnya sebelum keringat pekerja kering.
Sehingga kedua belah pihak sama-sama mengerti atau tidak merasa akan dirugikan.